bR7izkJOiKy1QUHnlV5rpCDjiDlVyiP6q1XpDxAH
Bookmark

Pengendalian Infeksi Nosokomial dan Pengelolaan Linen

Pengendalian infeksi yang baik dan kepatuhan terhadap prosedur dapat membantu mencegah penyebaran infeksi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, melindungi pasien, mempersingkat masa rawat inap, dan mengurangi biaya perawatan kesehatan. Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan dan upaya pengendaliannya.

Infeksi Nosokomial di RS

Infeksi nosokomial di rumah sakit adalah infeksi yang berasal dari dalam (endogen) atau eksternal (eksogen), yang disebabkan oleh hubungan langsung dengan lingkungan Rumah Sakit atau prosedur yang dilakukan pada fasilitas kesehatan tersebut. 

Untuk mengklasifikasikan infeksi di rumah sakit, yang penting bukanlah kapan dan di mana gejalanya muncul, melainkan tempat dan waktu penularan penyakit tersebut ke pasien. Gejala infeksi nosokomial dapat timbul pada pasien dalam beberapa hari atau bahkan beberapa minggu setelah pasien dirawat di fasilitas kesehatan atau setelah menjalani prosedur pembedahan.

Infeksi nosokomial diperkirakan mempengaruhi sekitar 5-10% pasien dan memperburuk penyakit yang mendasarinya bahkan sampai menimbulkan kematian. Infeksi nosokomial mempunyai dampak sosial yang besar karena dampak ekonominya yang merugikan, meningkatkan biaya perawatan yang signifikan terkait dengan obat-obatan dan masa rawat inap di rumah sakit. Selain itu, terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dalam jumllah yang tinggi bisa merusak reputasi fasilitas kesehatan tersebut.

Penyakit yang terjadi di Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan dan mempengaruhi tenaga medis sehubungan dengan penyediaan layanan kesehatan tidak dikategorikan sebagai infeksi nosokomial, tapi diklasifikasikan sebagai penyakit akibat kerja.

Salah satu pionir dalam bidang penanganan infeksi nosokomial adalah Ignaz Philipp Semmelweis yang bekerja di Rumah Sakit Umum Wina pada tahun 1841 hingga 1850. Pada tahun 1847 Semmelweis mengemukakan pendapat bahwa demam nifas disebabkan oleh dokter dan mahasiswa kedokteran yang masuk ke ruang bersalin langsung dari ruang otopsi. Dia memperkenalkan pencucian dan desinfeksi tangan dalam larutan klorin. Tindakan sederhana ini membantunya mengurangi angka kematian ibu sebesar 35%.

Sehubungan dengan pencegahan dan pengobatan infeksi nososkomial di rumah sakit, tokoh penting keperawatan yang ikut berperan adalah Florence Nightingale (1820-1910) yang selama Perang Krimea (1853-1856), memperkenalkan tindakan kebersihan di rumah sakit lapangan mengenai lingkungan, makanan dan balutan. Upayanya membantu mengurangi angka kematian tentara Inggris yang terluka dan sakit dari 42% menjadi hanya 2%.

Pada paruh kedua abad ke-19, Louis Pasteur meletakkan dasar ilmiah untuk pencegahan timbulnya dan penyebaran infeksi di rumah sakit. Pada tahun 1867, Joseph Lister memperkenalkan metode mematikan bakteri aktif pada luka dengan menempelkan kompres yang mengandung asam karbol (fenol) pada luka dan membersihkan luka bedah dengan bahan ini selama prosedur pembedahan berlangsung. 

Pada akhir abad ke-19, Ernst von Bergmann memperkenalkan protap bahwa luka hanya dapat diobati dengan menggunakan instrumen steril dan perban steril. Sarung tangan karet pertama kali dipakai untuk merawat pasien pada tahun 1896 oleh William Stewart Halsted.

Penyebaran infeksi Nosokomial Rumah Sakit

Komponen penting dalam penyebaran infeksi :

  • Sumber penularan
  • Jalur transmisi
  • Individu yang rentan

Oleh karena itu, kondisi yang umumnya diterapkan pada penyebaran suatu penyakit juga berlaku pada infeksi di rumah sakit. Selain kontak langsung, penularan sering terjadi melalui berbagai prosedur terapeutik dan diagnostik yang invasif, misalnya dalam prosedur kanulasi pembuluh darah sentral atau perifer, kateterisasi kandung kemih, dan juga selama intubasi pasien, atau saat memberikan suntikan. 

Pada dasarnya, ini berlaku dalam semua kasus di mana barier fisiologis tubuh normal organisme terganggu dan terdapat risiko terjadinya penyebab instrumental dari penyakit tersebut. Individu yang rentan di lingkungan rumah sakit adalah individu yang lemah, rentan terhadap penyakit yang mendasarinya, terutama penyakit yang menyebabkan hipoksia jaringan, gangguan metabolisme, atau gangguan imunitas.

Sumber infeksi di rumah sakit:

Sumber infeksi rumah sakit eksogen dapat berupa:

  • Pasien 
  • Dokter, Perawat atau Tenaga kesehatan lain
  • Pengunjung
  • Peralatan teknis di rumah sakit 

Sumber infeksi endogen adalah pasien itu sendiri, bisa karena imunosupresi dimana katalisator terjadinya infeksi adalah mikroorganisme dalam tubuh yang biasanya merupakan akibat dari perawatan medis ketika mikroorganisme tersebut masuk ke organ dan jaringan lain kemudian menyebabkan peradangan.

Misalnya, desinfeksi meatus uretra yang tidak memadai pada pasien wanita dapat menyebabkan masuknya enterococci, bakteri yang biasanya terdapat di usus besar, selama proses kateterisasi kandung kemih.  Sumber penularan kedua adalah perpindahan infeksi ke dalam tubuh melalui darah atau pembuluh limfatik.

Jenis Agen Utama dan Faktor Risiko Infeksi Nosokomial

Jenis agen utama dan faktor risiko infeksi nosokomial menurut Gopfertova (2005) antara lain:

Agen Infeksi Nosokomial

Pada dasarnya semua pasien yang penyakit primernya menurunkan imunitas seperti pasien dengan gangguan metabolisme, penyakit kardiovaskular, kanker, trauma multipel, luka bakar, luka tekan atau mereka yang menerima antibiotik spektrum luas, berisiko terkena infeksi nosokomial. 

Yang juga terancam adalah bayi baru lahir prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah atau sebaliknya, orang dewasa lanjut usia dan obesitas.

Kebersihan Fasilitas Kesehatan

Kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit yang dapat mengakibatkan kondisi serius atau kematian dan harus dilaporkan segera seperti.:

  • Perburukan kondisi akibat infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh prosedur bedah, rawat inap berulang, pemindahan pasien ke unit perawatan intensif, terapi intensif, terapi antibiotik atau intervensi lainnya.
  • Kejadian lebih dari satu infeksi di rumah sakit yang jumlahnya sesuai dengan tingkat keparahan infeksi yang berkaitan dengan waktu dan tempat dirawat di rumah sakit dan disebabkan oleh agen infeksi yang sama atau terdapat gejala klinis yang serupa.
  • Infeksi yang menyebabkan kematian pasien. 

Pengambilan Sampel dan Pemeriksaan

Hal-hal yang harus diperhatikan saat mengumpulkan Sampel untuk pemeriksaan antara lain:

  • Sampel dapat dikumpulkan di ruangan atau area yang diperuntukkan bagi penanganan bahan biologis yang memenuhi persyaratan kebersihan dasar.
  • Sampel diambil dengan alat bantu medis steril, termasuk sarung tangan sekali pakai dengan permeabilitas yang harus sesuai dengan penggunaan dan tingkat risiko.
  • Sampel biasanya diambil sebelum memulai pengobatan dengan agen antimikroba
  • Sampel untuk penyakit menular dikumpulkan dengan memperhatikan patogenesis infeksi. Untuk menentukan diagnosis, sampel biasanya dikumpulkan selama tahap akut infeksi. Dalam hal pemeriksaan serologis, sampel kedua diambil dua sampai tiga minggu setelah pengumpulan sampel pertama.
  • Sampel harus disimpan dalam wadah khusus terstandar dan telah didekontaminasi. 

Formulir pemeriksaan sampel harus mencantumkan nama pasien, alamat, nomor identifikasi, tanda tangan dan nomor telepon dokter yang mengirim, jenis bahan, tanggal dan waktu pengambilan, tanggal gejala pertama infeksi, jenis terapi antibiotik dan tanggal dimulainya, diagnosis klinis dan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

Hasil pemeriksaan laboratorium segera dilaporkan ke unit yang mengirimkan sampel tersebut untuk ditindaklanjuti. 

Penatalaksanaan Pada Fasilitas Kesehatan

Dokter dan perawat pada pelayanan kesehatan mencatat informasi hasil anamnesis yang penting mengenai potensi terjadinya infeksi termasuk riwayat perjalanan dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan. Bagi anak-anak, pengkajian juga mencakup pencatatan informasi mengenai penyakit menular dan vaksinasi.

Jika rawat inap pasien diperlukan karena kondisi medisnya, meskipun ada dugaan penyakit menular, tindakan isolasi bisa dilakukan, atau dokter penerima harus mengatur pemindahan ke departemen yang sesuai. Kewajiban serupa juga berlaku bagi dokter umum, dokter spesialis, dan dokter di fasilitas kesehatan rawat jalan.

Pasien ditempatkan di bawah perawatan penyedia layanan kesehatan seperti fasilitas medis rawat inap terutama tergantung pada kondisi medis dan metode atau tingkat layanan kesehatan yang diperlukan, dengan tetap mempertimbangkan dan menerapkan aspek epidemiologi, terutama risiko infeksi, kolonisasi mikroorganisme multiresisten, pembawa mikroorganisme patogen atau jika terjadi wabah.

Beberapa hal yang perlu dilakukan saat perawatan pasien di fasilitas kesehatan antara lain:

  • Pakaian dan alas kaki pasien disimpan di tempat khusus
  • Semua petugas perawatan harus mengenakan pakaian pelindung diri yang terstandar, sedangkan staff yang bekerja di fasilitas rawat jalan harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai, dengan mempertimbangkan sifat aktivitas mereka.
  • Semua petugas perawatan tidak boleh memakai perhiasan apa pun di tangan mereka, terutama di tempat kerja yang memerlukan desinfeksi tangan secara bedah atau higienis. Petugas di ruang operasi tidak boleh memakai jam tangan. 
  • Petugas yang melakukan pembedahan harus mengenakan pakaian pelindung steril dan sarung tangan steril, masker, topi (masker dan topi pelindung harus digunakan untuk menutupi rambut, janggut, dagu, hidung dan mulut), alas kaki yang hanya digunakan di tempat kerja. Perhiasan, jam tangan, atau barang pribadi lainnya tidak diperbolehkan dan telepon seluler hanya boleh digunakan di area yang ditentukan di ruang operasi.
  • Dalam hal prosedur lain, dimana terjadi kontak dengan kulit, selaput lendir, atau cairan tubuh, atau pemasangan instrument invasif, peralatan pelindung dipilih sehubungan dengan prosedur dan risiko terhadap pasien. Alat dan bahan harus digunakan secara terpisah untuk setiap pasien dan sekali pakai.
  • Petugas perawatan dapat melanjutkan pemeriksaan dan pengobatan setelah mencuci tangan. Desinfeksi tangan yang higienis harus selalu dilakukan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dan peralatan terkait.
  • Deteksi infeksi atau kolonisasi mikroorganisme multiresisten harus dicatat dalam rekam medis pasien dan dischard planing. Kolonisasi mikroorganisme multiresisten bukan merupakan alasan untuk menolak rawat inap pasien atau masuk ke fasilitas pelayanan Kesehatan.
  • Petugas hanya boleh menggunakan peralatan medis steril untuk intervensi parenteral, termasuk drainase luka dan pemasangan kateter urin.
  • Endoskopi dan instrumen optik lain yang digunakan dalam rongga tubuh steril harus menjalani desinfeksi tingkat tinggi dua tahap.
  • Perangkat gigi dan instrumen lainnya harus selalu dirawat sesuai dengan instruksi pabriknya.
  • Pemeriksaan rongga tubuh harus menggunakan cairan steril
  • Forceps untuk menangani bahan steril harus disimpan dalam larutan pengawet atau desinfektan yang dimaksudkan untuk tujuan ini dan diganti tidak kurang dari 24 jam kemudian.
  • Peralatan medis yang dapat digunakan kembali harus didesinfeksi, dibersihkan dan disterilkan sesuai dengan instruksi pabriknya. Peralatan sekali pakai tidak boleh digunakan kembali, bahkan setelah sterilisasi.
  • Instrumen dan peralatan yang terkontaminasi bahan biologis tidak boleh dibersihkan secara manual oleh staf layanan kesehatan tanpa melakukan dekontaminasi terlebih dahulu menggunakan produk disinfektan yang memiliki aktivitas virus.
  • Alat suntik dan jarum suntik sekali pakai harus dibuang tanpa dipisahkan secara manual, jarum hanya boleh dipisahkan dari alat suntik dengan menggunakan alat khusus. 
  • Tindakan kebersihan pribadi yang benar harus diperhatikan untuk semua pasien yang ditempatkan di ruang rawat inap, ini berlaku untuk sebelum dan sesudah perawatan medis dan pembedahan.
  • Pembatasan kunjungan pasien, pengunjung juga harus mengenakan pakaian pelindung saat memasuki unit perawatan intensif atau unit khusus.

Penanganan Linen

Pakaian dan perlengkapan tidur pasien di ruang perawatan diganti sesuai kebutuhan, namun setidaknya seminggu sekali atau dan setelah pasien dipulangkan atau dipindahkan.

Saat mengganti tempat tidur setelah pasien keluar atau meninggal, tempat tidur dan kasur didesinfeksi. Linen bekas segera disortir di ruangan yang telah ditentukan dan selanjutnya disimpan ke dalam wadah khusus. Alat pelindung diri digunakan saat menyortir linen kotor.

Setelah disinfeksi, alas tidur diganti kemudian ditutup dengan kain bersih atau ditutup sampai pasien berikutnya datang. 

Pencucian alat pelindung diri dilakukan dengan mempertimbangkan sifat pengoperasian fasilitas kesehatan dan risiko penularan penyakit menular.

Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan bahan sekali pakai untuk menutupi meja pemeriksaan dan tempat tidur yang bersentuhan dengan bagian tubuh pasien yang terbuka dan sebaiknya diganti setiap kali pemeriksaan pasien.

Jika linen memiliki karakter yang mirip dengan bahan medis yang dimaksudkan untuk digunakan kembali. Prosedur pencucian harus memastikan bahwa linen bebas dari kontaminasi bahan kimia dan bakteri. Bahan yang bersentuhan langsung dengan luka bedah tidak boleh diklasifikasikan sebagai linen.

Berdasarkan risiko kesehatannya, linen diurutkan sebagai berikut:

  • Menular: Merupakan linen yang terkontaminasi dengan bahan biologis dan linen yang digunakan di bangsal penyakit menular, bangsal TBC dan di semua laboratorium (tidak termasuk laboratorium gigi);
  • Pembedahan : Merupakan linen dari ruang operasi, ruang ginekologi dan obstetri, bangsal neonatal, danICU,
  • Linen lainnya: Linen yang terkontaminasi oleh penghasil emisi radionuklida dan sitostatika yang diklasifikasikan sebagai karsinogen kimia.

Penanganan linen bekas Menular dan Bedah

Petugas mengklasifikasikan dan memberi label wadah menurut isinya, misalnya berdasarkan warna atau angka dan prosedur dalam hal kuantitas, tenggat waktu. Linen disortir berdasarkan tempat pemakaiannya dan tidak boleh dicampur dan disortir ke dalam kantong menurut tingkat kebersihan, jenis bahan dan warna.

Linen bekas disimpan dalam wadah yang mencegah kontaminasi terhadap lingkungan sekitar. Wadah harus sesuai untuk pencucian dan disinfeksi atau hanya untuk sekali pakai. Linen bekas dalam wadah pelindung disimpan di tempat yang telah ditentukan dan berventilasi. Lantai dan dinding penyimpanan linen setinggi 150 cm harus dirancang untuk memungkinkan pencucian dan disinfeksi.

Petugas yang menangani linen bekas harus mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan dan masker serta memperhatikan prinsip kebersihan. Saat menangani linen di samping tempat tidur pasien, petugas mengenakan pelindung dasar yaitu pakaian pelindung dan sarung tangan. Tangan harus didisinfeksi secara higienis setelah pekerjaan selesai.

Linen bekas diangkut ke ruang cuci dalam wadah tertutup. Bagian dalam wadah harus mudah dicuci, dibersihkan dan didesinfeksi setelah setiap pengangkutan linen bekas dan selalu sebelum digunakan untuk tujuan lain.

Pembersihan Ruangan

Semua fasilitas kesehatan harus dibersihkan beberapa kali dalam sehari sesuai keperluan. Berdasarkan sifat pengoperasiannya ruang operasi dimana dilakukan prosedur invasif, pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah operasi untuk setiap pasien, unit perawatan intensif dibersihkan tiga kali sehari. Sedangkan frekuensi pembersihan di tempat kerja lain sesuai dengan sifat operasinya. 

Jika pembersihan dilakukan oleh pihak lain (outsorsing), pekerja yang ditunjuk harus melakukan tindakan sesuai kontrak dan peraturan disinfeksi atau pembersihan.

Produk pembersih standar dapat digunakan untuk membersihkan fasilitas perawatan rawat inap biasa. Produk pembersih standar dan disinfektan antivirus digunakan untuk membersihkan unit perawatan intensif, ruang operasi dan intervensi, unit bedah dan infeksi, laboratorium, toilet, kamar mandi dan tempat kerja lainnya sebagaimana ditentukan oleh standar operasional.

Sampah dipilah berdasarkan sumbernya. Limbah B3 disimpan dalam kemasan berlabel, terpisah, tertutup, dapat dikunci, tahan air dan tahan mekanis. Limbah tajam disimpan dalam kemasan berlabel, mudah terbakar, kuat, tahan tusukan, dan kedap air.

Referensi : 

Hilton P.A. 2005. Fundamental Nursing Skills. Philadelphia: Whurr Publisher Ltd.

Sue C. DeLaune & Patricia K. Lander. 2011. Fundamentals of Nursing – Standars and Practice. Fourth Edition. 

0

Posting Komentar