Peran utama reseptor sensorik adalah membantu memahami lingkungan di sekitar atau keadaan lingkungan internal. Reseptor sensorik menerima berbagai jenis rangsangan dari berbagai sumber dan mengubahnya menjadi sinyal elektrokimia dalam sistem saraf. Ini terjadi saat stimulus mengubah potensial membran sel neuron sensorik.
Stimulus ini mendorong sel sensorik untuk menghasilkan potensial aksi yang kemudian dikirim ke sistem saraf pusat (SSP) di mana informasi ini diintegrasikan dengan data sensorik lainnya dan terkadang dengan fungsi kognitif yang lebih tinggi untuk membentuk kesadaran tentang stimulus tersebut. Integrasi di Sisitem Saraf Pusat ini selanjutnya dapat menghasilkan respons motorik.
Penting untuk membedakan antara sensasi dan persepsi dalam menggambarkan fungsi sensorik. Sensasi adalah ketika sel reseptor sensorik diaktifkan oleh stimulus pada tingkat dasar. Sedangkan persepsi melibatkan pengolahan pusat rangsangan sensorik menjadi pola yang memiliki makna. Persepsi bergantung pada sensasi, meskipun tidak semua sensasi selalu dirasakan.
Reseptor adalah sel atau struktur yang mendeteksi sensasi. Sel reseptor secara langsung dipengaruhi oleh stimulus. Salah satu jenis reseptor yaitu reseptor protein transmembran adalah protein yang terdapat dalam membran sel dan memediasi perubahan fisiologis dalam neuron, seringkali melalui pembukaan saluran ion atau perubahan dalam proses pensinyalan sel.
Reseptor transmembran ini diaktifkan oleh senyawa kimia yang disebut ligan. Contohnya molekul dalam makanan dapat bertindak sebagai ligan untuk reseptor rasa. Terdapat juga jenis protein transmembran lain yang meskipun tidak secara khusus disebut sebagai reseptor, yang sensitif terhadap perubahan mekanis atau termal. Perubahan fisik pada protein ini dapat meningkatkan aliran ion melintasi membran, yang pada gilirannya dapat menghasilkan potensial aksi atau potensial bertingkat dalam neuron sensorik.
Reseptor Sensorik
Rangsangan dari lingkungan akan mengaktifkan sel-sel reseptor khusus dalam sistem saraf tepi. Berbagai jenis rangsangan akan diterima oleh beragam jenis sel reseptor. Sel-sel reseptor dapat dikelompokkan berdasarkan tiga kriteria yang berbeda yaitu: jenis selnya, posisinya, dan fungsi yang dimilikinya.
Dalam hal struktur, reseptor dapat dikelompokkan berdasarkan jenis selnya dan juga posisi relatif mereka terhadap rangsangan yang mereka tangkap. Selain itu, mereka juga dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi fungsional mereka, yaitu bagaimana mereka mentransduksi rangsangan, seperti rangsangan mekanis, cahaya, atau zat kimia dapat mengubah potensial membran sel.
Jenis Reseptor berdasarkan Struktur
Sel-sel yang menginterpretasikan informasi dari lingkungan dapat berupa tiga jenis utama, yaitu:
- Neuron yang memiliki ujung saraf bebas, dengan dendrit yang terbenam dalam jaringan yang menerima sensasi
- Neuron yang memiliki ujung yang terenkapsulasi, di mana ujung saraf sensorik dikelilingi oleh jaringan ikat yang meningkatkan sensitivitasnya
- Sel reseptor khusus, yang memiliki komponen struktural yang berbeda untuk menginterpretasikan jenis stimulus tertentu
Sebagai contoh, reseptor nyeri dan suhu di dermis kulit adalah contoh dari neuron yang memiliki ujung saraf bebas. Selain itu, di dermis kulit juga terdapat sel-sel pipih, yaitu neuron dengan ujung saraf berkapsul yang merespons tekanan dan sentuhan. Sel-sel di retina yang merespons cahaya adalah contoh dari reseptor khusus yang dikenal sebagai fotoreseptor.
Jenis Reseptor berdasarkan Lokasi
Cara lain untuk mengklasifikasikan reseptor adalah berdasarkan lokasinya yang relatif terhadap rangsangan, yaitu:
- Eksteroseptor adalah jenis reseptor yang terletak dekat dengan rangsangan yang berasal dari lingkungan luar, seperti reseptor somatosensori yang terdapat pada kulit.
- Interoreseptor adalah tipe reseptor yang menginterpretasikan rangsangan yang berasal dari organ dan jaringan internal, seperti reseptor yang mendeteksi peningkatan tekanan darah di aorta atau sinus karotis.
- Proprioreseptor adalah jenis reseptor yang berlokasi dekat dengan bagian tubuh yang bergerak seperti otot, mereka menginterpretasikan posisi jaringan saat bergerak.
Jenis Reseptor berdasarkan Fungsi
Klasifikasi reseptor yang ketiga berkaitan dengan bagaimana reseptor mengubah rangsangan menjadi perubahan potensial membran.
Stimulus itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis umum, yaitu:
- Rangsangan yang terdiri dari ion dan makromolekul yang memengaruhi protein reseptor transmembran ketika bahan kimia ini menembus membran sel.
- Variasi fisik dalam lingkungan yang memengaruhi potensial membran sel reseptor.
- Radiasi elektromagnetik dalam bentuk cahaya terlihat.
Dalam konteks manusia, satu-satunya bentuk energi elektromagnetik yang dapat diterima oleh mata kita adalah cahaya terlihat. Beberapa organisme lain memiliki reseptor yang tidak dimiliki oleh manusia, seperti sensor panas pada ular, sensor sinar ultraviolet pada lebah, atau reseptor magnet pada burung yang melakukan migrasi.
Sel-sel reseptor selanjutnya dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rangsangan yang mereka terjemahkan. Rangsangan kimia dapat diinterpretasikan oleh kemoreseptor yang merespons bahan kimia seperti rasa atau aroma suatu zat. Osmoreseptor merespons konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh.
Selain itu, sensasi nyeri pada dasarnya merupakan reaksi terhadap bahan kimia yang dihasilkan oleh kerusakan jaringan atau rangsangan yang kuat, dan ini diterjemahkan oleh nosiseptor. Rangsangan fisik seperti tekanan dan getaran, serta sensasi suara dan posisi tubuh (keseimbangan), diterjemahkan melalui mekanoreseptor.
Ada juga stimulus fisik lain yang memiliki jenis reseptor khususnya, seperti suhu yang dikenali melalui termoreseptor yang merespons suhu panas atau dingin.
Modalitas Sensorik
Dalam bidang fisiologi indra dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama yaitu indra umum dan indra khusus.
Indra umum adalah indra yang merespon sensasi yang tersebar ke seluruh tubuh dan memiliki sel reseptor dalam berbagai struktur organ. Contohnya adalah mekanoreseptor yang ada di kulit, otot, atau dinding pembuluh darah. Indra umum ini sering berperan dalam indra peraba, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, atau dalam proprioception (sensasi gerakan tubuh) dan kinestesi (sensasi pergerakan tubuh), serta dalam indra visceral yang penting untuk fungsi otonom.
Sementara itu, indra khusus adalah indra yang memiliki organ khusus yang ditujukan untuk menerima sensasi, seperti mata, telinga bagian dalam, lidah, atau hidung.
Setiap jenis indra ini dikenal sebagai modalitas sensorik. Modalitas mengacu pada cara informasi dikodekan yang mirip dengan konsep transduksi. Modalitas sensorik utama dapat dijelaskan berdasarkan cara masing-masing modalitas tersebut mentransduksi informasi.
Contohnya modalitas sensorik kimia adalah pengecapan dan penciuman. Sentuhan, yang mencakup sensasi kimiawi seperti nyeri, dapat diuraikan lebih lanjut menjadi berbagai submodalitas, seperti tekanan, getaran, regangan otot, dan gerakan rambut yang merespons rangsangan dari luar, semuanya diinterpretasikan oleh mekanoreseptor. Pendengaran dan keseimbangan juga tergantung pada mekanoreseptor. Terakhir, penglihatan melibatkan aktivasi fotoreseptor.
Menguraikan semua modalitas sensorik yang berbeda, yang bisa mencapai hingga 17 jenis, melibatkan penggolongan lima indra utama menjadi subkategori yang lebih spesifik atau submodalitas dari indra yang lebih umum.
Modalitas sensorik individu mewakili sensasi dari jenis stimulus tertentu. Sebagai contoh, indra peraba secara umum yang dikenal sebagai somatosensasi, dapat dibagi menjadi submodalitas seperti tekanan ringan, tekanan dalam, getaran, gatal, nyeri, suhu, atau gerakan rambut.
Grustasi (Pengecapan)
Hanya sedikit submodalitas yang diidentifikasi dalam indra perasa atau gustasi. Hingga saat ini, hanya empat rasa yang dikenali yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Pada awal abad ke-20, penelitian menidentifikasi rasa kelima yaitu umami. Umami adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti "rasa lezat" dan sering diartikan sebagai rasa gurih. Penelitian terbaru bahkan menunjukkan kemungkinan adanya rasa keenam yang berkaitan dengan lemak atau lipid.
Gustasi adalah indra khusus yang terkait dengan lidah. Permukaan lidah bersama dengan rongga mulut lainnya ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis. Ada empat jenis papila yang menonjol di lidah, yaitu sirkumvalata, foliata, filiform, dan fungiform, dimana masing-masing memiliki struktur khusus untuk transduksi rasa.
Di dalam struktur ini terdapat kuncup pengecap yang berisi sel reseptor khusus untuk mengubah rangsangan rasa menjadi sinyal saraf. Sel-sel reseptor ini peka terhadap bahan kimia dalam makanan yang dicerna dan melepaskan neurotransmiter sesuai dengan jumlah bahan kimia dalam makanan tersebut. Neurotransmiter yang dihasilkan oleh sel gustatory ini dapat mengaktifkan neuron sensorik dalam saraf kranial fasialis, glossopharyngeal, dan vagus.
a. Rasa Asin
Rasa asin hanya mencerminkan persepsi ion natrium (Na+) dalam air liur. Ketika mengonsumsi makanan yang asin, garam terurai menjadi ion Na+ dan Cl- yang larut dalam air liur di mulut. Konsentrasi tinggi ion Na+ di luar sel pengecap menciptakan gradien konsentrasi yang mendorong masuknya ion ke dalam sel. Ini menyebabkan depolarisasi membran sel dan pembentukan potensial reseptor.
b. Rasa Asam
Rasa asam adalah persepsi konsentrasi ion H+. Sama seperti rasa asin, ion hidrogen ini masuk ke dalam sel pengecap dan memicu depolarisasi. Rasa asam pada dasarnya adalah persepsi keasaman dalam makanan.
Peningkatan konsentrasi ion hidrogen dalam air liur (menurunkan pH air liur) memicu potensial yang semakin kuat dalam sel-sel pengecap. Sebagai contoh, jus jeruk, yang mengandung asam sitrat, akan terasa asam karena memiliki pH sekitar 3. Biasanya, makanan ini sering diberi pemanis untuk mengurangi rasa asamnya.
Dua rasa pertama, yaitu asin dan asam, dipicu oleh ikatan ion Na+ dan H+ pada reseptor. Rasa-rasa lainnya dihasilkan dari molekul makanan yang berikatan dengan protein G. Sistem transduksi sinyal protein G pada akhirnya memicu depolarisasi sel pengecap.
c. Rasa Manis
Rasa manis adalah hasil dari sensitivitas sel pengecap terhadap glukosa yang terlarut dalam air liur. Monosakarida lain seperti fruktosa, atau pemanis buatan seperti aspartam, sakarin, atau sukralosa juga mengaktifkan reseptor rasa manis.
Afinitas masing-masing molekul ini berbeda, sehingga beberapa molekul akan terasa lebih manis daripada glukosa karena berikatan dengan reseptor protein G secara berbeda.
d. Rasa Pahit
Rasa pahit mirip dengan rasa manis karena molekul makanan berikatan dengan reseptor protein G. Namun, ada beberapa mekanisme yang berbeda yang menyebabkan persepsi ini terjadi karena ada berbagai molekul yang memiliki rasa pahit.
Beberapa molekul pahit menyebabkan depolarisasi sel pengecap, sedangkan yang lain menyebabkan hiperpolarisasi. Selain itu, beberapa molekul pahit meningkatkan aktivasi protein G dalam sel pengecap, sedangkan molekul pahit lainnya menurunkan aktivasi protein G. Respon yang spesifik bergantung pada molekul yang berikatan dengan reseptor.
Salah satu kelompok utama molekul yang memiliki rasa pahit adalah alkaloid. Alkaloid adalah molekul yang mengandung nitrogen yang sering ditemukan dalam produk tumbuhan yang memiliki rasa pahit, seperti kopi, tanin yang ada dalam anggur, dan teh.
e. Rasa Gurih
Rasa yang disebut umami sering dijelaskan sebagai rasa gurih. Seperti rasa manis dan pahit, ini bergantung pada aktivasi reseptor protein G oleh molekul tertentu. Molekul yang mengaktifkan reseptor ini adalah asam amino L-glutamat.
Karena itu, rasa umami sering terasa saat kita mengonsumsi makanan yang kaya protein. Oleh karena itu, masakan yang mengandung daging sering digambarkan sebagai gurih.
Olfaktori (Penciuman)
Sama seperti pengecapan, indra penciuman merespons rangsangan kimia. Neuron reseptor penciuman (olfactory) terletak dalam area kecil di rongga hidung bagian atas yang disebut sebagai epitel penciuman (olfactory epitelium) dan mengandung neuron sensorik bipolar. Setiap neuron sensorik penciuman memiliki dendrit yang menjulur dari permukaan atas epitel ke dalam lendir yang melapisi rongga hidung.
Ketika molekul-molekul di udara dihirup melalui hidung, mereka melewati daerah epitel penciuman dan larut dalam lendir. Molekul-molekul bau ini (odorant molecules) berikatan dengan protein yang menjaga kelarutan mereka dalam lendir dan membantu mengangkutnya ke dendrit penciuman. Kompleks protein ini berikatan dengan protein reseptor di membran sel dendrit penciuman. Reseptor ini berkolaborasi dengan protein G, menghasilkan potensial membran bertingkat pada neuron penciuman.
Akson dari neuron penciuman memanjang dari permukaan bawah epitel, melewati foramen penciuman di tulang ethmoid dan masuk ke otak. Sejumlah akson ini membentuk saluran olfaktorius yang menghubungkan ke bulbus olfaktorius di permukaan ventral lobus frontal.
Dari sana, akson bercabang dan berjalan menuju berbagai wilayah otak. Beberapa mengarah ke otak besar, terutama ke korteks penciuman primer yang berada di bagian bawah dan tengah lobus temporal otak. Yang lainnya berprojeksi ke struktur dalam sistem limbik dan hipotalamus, di mana bau terkait dengan memori jangka panjang dan respon emosional. Inilah yang menjelaskan mengapa bau tertentu bisa memicu ingatan emosional, seperti aroma makanan yang terkait dengan tempat kelahiran seseorang.
Perlu dicatat bahwa penciuman adalah salah satu modalitas sensorik yang tidak melewati talamus sebelum terhubung ke korteks serebral. Keterkaitan erat antara sistem penciuman dan korteks serebral adalah salah satu alasan mengapa penciuman bisa menjadi pemicu yang kuat bagi ingatan dan emosi.
Epitel hidung, termasuk sel-sel penciuman dapat rusak akibat paparan bahan kimia beracun di udara. Oleh karena itu, neuron penciuman secara berkala digantikan dalam epitel hidung, dan akson dari neuron yang baru harus menemukan koneksi yang sesuai di bulbus olfaktorius. Pertumbuhan akson yang baru ini terjadi sepanjang akson yang sudah ada di dalam saraf tengkorak.
Auditori (Pendengaran)
Pendengaran atau auditori adalah proses transduksi gelombang suara menjadi sinyal saraf yang dilakukan oleh struktur telinga. Bentuk daun telinga berbentuk C yang mengarahkan gelombang suara ke saluran pendengaran. Saluran ini memasuki tengkorak melalui saluran pendengaran eksternal di tulang temporal.
Di ujung saluran pendengaran terdapat membran timpani yang sering disebut sebagai gendang telinga, yang bergetar setelah terkena gelombang suara. Daun telinga, saluran telinga, dan membran timpani adalah bagian dari telinga luar.
Telinga tengah terdiri dari ruang yang diisi oleh tiga tulang kecil yang disebut tulang pendengaran. Ketiga tulang pendengaran ini adalah malleus, incus, dan stapes. Malleus melekat pada membran timpani dan berinteraksi dengan inkus. Inkus, pada gilirannya berinteraksi dengan stapes. Stapes kemudian melekat pada telinga bagian dalam, di mana gelombang suara akan diubah menjadi sinyal saraf.
Telinga tengah terhubung ke faring melalui tuba Eustachius, yang membantu dalam menyeimbangkan tekanan udara di sekitar membran timpani. Tabung Eustachius biasanya tertutup, namun bisa terbuka saat otot-otot faring berkontraksi seperti saat menelan atau menguap.
Telinga bagian dalam sering digambarkan sebagai labirin tulang, karena terdiri dari serangkaian saluran yang tertanam dalam tulang temporal. Bagian ini terdiri dari dua wilayah terpisah, yaitu koklea dan ruang depan yang masing-masing bertanggung jawab untuk pendengaran dan keseimbangan.
Sinyal saraf dari kedua wilayah ini diteruskan ke batang otak melalui berkas serat terpisah. Namun, kedua berkas berbeda ini berjalan bersama dari telinga bagian dalam ke batang otak sebagai saraf vestibulocochlear.
Suara ditransduksi menjadi sinyal saraf di wilayah koklea di telinga bagian dalam, yang berisi ganglia spiral neuron sensorik. Ganglia ini terletak dalam koklea berbentuk spiral di telinga bagian dalam. Koklea terhubung dengan stapes melalui jendela oval.
Jendela oval berlokasi di awal tabung yang berisi cairan di dalam koklea yang disebut vestibuli yang membentang dari jendela oval berjalan di atas saluran koklea yang merupakan rongga tengah koklea yang berisi neuron pengubah suara.
Pada puncak koklea, vestibuli membengkok di atas saluran koklea. Tabung berisi cairan ini, sekarang dikenal sebagai skala timpani kembali ke dasar koklea berjalan di bawah saluran koklea. Skala timpani berakhir di jendela bundar yang ditutupi oleh membran berisi cairan.
Ketika getaran tulang pendengaran melewati jendela oval, cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani bergerak dalam gerakan seperti gelombang. Frekuensi gelombang cairan sesuai dengan frekuensi gelombang suara. Selaput yang menutupi jendela bundar akan menonjol atau mengerut seiring pergerakan cairan dalam skala timpani.
Dalam penampang koklea, skala vestibuli dan skala timpani membentang di sepanjang kedua sisi saluran koklea. Saluran koklea ini mengandung beberapa organ Corti yang berfungsi untuk mentransduksi gerakan gelombang yang melewati kedua skala tersebut menjadi sinyal saraf.
Organ Corti terletak di atas membran basilar, yaitu bagian saluran koklea yang berada di antara organ Corti dan skala timpani. Saat gelombang cairan bergerak melalui skala vestibuli dan skala timpani, membran basilar akan bergerak pada lokasi tertentu tergantung pada frekuensi gelombang tersebut.
Gelombang dengan frekuensi yang lebih tinggi akan menggerakkan daerah membran basilar yang berdekatan dengan dasar koklea, sementara gelombang berfrekuensi rendah akan menggerakkan daerah membran basilar yang terletak lebih dekat dengan ujung koklea.
Organ Corti mengandung sel-sel rambut, yang dinamai berdasarkan stereosilia yang menyerupai rambut dan memanjang dari permukaan apikal sel-sel tersebut. Stereosilia ini adalah susunan struktur yang menyerupai mikrovili, disusun mulai dari yang tertinggi hingga yang terpendek. Serat protein mengikat rambut yang berdekatan dalam setiap susunan, sehingga susunan tersebut akan membengkok sebagai respons terhadap pergerakan membran basilar.
Stereosilia ini membentang dari sel-sel rambut ke membran tektorial di atasnya, yang melekat pada organ Corti secara medial. Ketika gelombang tekanan dari skala menggerakkan membran basilar, membran tektorial meluncur melintasi stereosilia. Ini menyebabkan stereosilia membengkok ke arah atau menjauhi anggota tertinggi dalam setiap susunan. Ketika stereosilia membengkok menuju anggota tertinggi susunan, ketegangan pada protein pengikat membuka saluran ion di membran sel rambut. Hal ini menyebabkan depolarisasi membran sel rambut, yang selanjutnya memicu impuls saraf yang berjalan melalui serat saraf aferen yang melekat pada sel rambut.
Namun, ketika stereosilia membengkok ke arah anggota terpendek dalam susunan, ketegangan pada pengikat melemah dan saluran ion tertutup. Bahkan ketika tidak ada suara, dan stereosilia berdiri tegak, sedikit tegangan masih ada pada pengikat yang menjaga potensial membran sel rambut sedikit terdepolarisasi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah khusus pada membran basilar hanya akan bergerak jika suara yang masuk memiliki frekuensi tertentu. Karena membran tektorial hanya bergerak sejalan dengan pergerakan membran basilar, sel-sel rambut di wilayah tersebut juga hanya akan merespons suara dengan frekuensi tertentu.
Oleh karena itu, ketika frekuensi suara berubah maka sel-sel rambut yang berbeda di sepanjang membran basilar akan teraktivasi. Koklea mengodekan rangsangan pendengaran untuk frekuensi antara 20 dan 20.000 Hz, yang merupakan rentang suara yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Satuan Hertz digunakan untuk mengukur frekuensi gelombang suara, yaitu jumlah siklus yang dihasilkan per detik.
Frekuensi sekitar 20 Hz terdeteksi oleh sel-sel rambut di puncak atau ujung koklea. Sedangkan frekuensi dalam rentang yang lebih tinggi, yaitu 20 KHz, direspon oleh sel-sel rambut di dasar koklea, dekat jendela bulat dan oval.
Kebanyakan rangsangan pendengaran mengandung campuran suara pada berbagai frekuensi dan intensitas yang diwakili oleh amplitudo gelombang suara. Sel-sel rambut di sepanjang saluran koklea, masing-masing sensitif terhadap frekuensi tertentu, memungkinkan koklea untuk memisahkan rangsangan pendengaran berdasarkan frekuensi, mirip dengan cara prisma memisahkan cahaya tampak menjadi warna-warna komponennya.
Ekuilibrium (Keseimbangan)
Selain bertanggung jawab terhadap pendengaran, telinga bagian dalam juga memegang peran penting dalam mengkodekan informasi mengenai keseimbangan. Mekanoreseptor yang serupa, yaitu sel-sel rambut dengan stereosilia digunakan untuk mendeteksi posisi kepala, pergerakan kepala, serta apakah tubuh kita sedang dalam keadaan bergerak.
Sel-sel ini terletak di ruang depan telinga bagian dalam. Posisi kepala dirasakan oleh utrikulus dan sakulus, sementara pergerakan kepala dirasakan oleh kanalis semisirkularis. Sinyal saraf yang dihasilkan di ganglion vestibular kemudian ditransmisikan melalui saraf vestibulocochlear ke batang otak dan otak kecil.
Utrikulus dan sakulus keduanya sebagian besar terdiri dari jaringan makula. Makula terdiri dari sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel pendukung. Stereosilia sel-sel rambut ini meluas hingga mencapai gel kental yang dikenal sebagai membran otolitik.
Di atas membran otolitik terdapat lapisan kristal kalsium karbonat yang disebut otolit. Otolit sebagian besar bertanggung jawab membuat membran otolitik menjadi berat pada bagian atasnya. Ketika kepala kita mengalami gerakan, membran otolitik akan merespons dengan bergerak terpisah dari makula, mengikuti arah gravitasi.
Pergerakan kepala yang menyebabkan membran otolitik meluncur di atas makula sejajar dengan gravitasi. Ketika membran otolitik bergerak, hal ini akan membengkokkan sterocilia yang pada gilirannya memicu depolarisasi pada beberapa sel rambut, sementara sel lainnya mengalami hiperpolarisasi. Pola depolarisasi sel rambut ini diinterpretasikan oleh otak untuk menentukan posisi kepala yang tepat.
Kanal setengah lingkaran adalah tiga perpanjangan ruang depan yang berbentuk seperti cincin. Salah satunya terorientasi dalam bidang horizontal, sementara dua lainnya terletak dalam bidang vertikal. Kanal vertikal anterior dan posterior diatur sekitar 45 derajat relatif terhadap bidang sagital.
Dasar dari masing-masing kanalis semisirkularis, tempat mereka bertemu dengan ruang depan, terhubung ke wilayah yang diperbesar yang disebut ampula. Ampula ini berisi sel-sel rambut yang merespons gerakan rotasi, seperti saat kita memutar kepala saat menggelengkan kepala sebagai tanda "tidak".
Stereosilia sel-sel rambut ini memanjang hingga mencapai cupula, yang merupakan suatu membran yang melekat pada bagian atas ampula. Ketika kepala berputar dalam bidang yang sejajar dengan kanalis semisirkularis, cairan di dalamnya tertinggal menyebabkan lentur atau pemekatan pada cupula yang berlawanan arah dengan gerakan kepala.
Kanal setengah lingkaran berisi beberapa ampula, termasuk yang terorientasi secara horizontal dan vertikal. Dengan membandingkan gerakan relatif ampula horizontal dan vertikal, sistem vestibular dapat mendeteksi arah sebagian besar gerakan kepala dalam ruang tiga dimensi.
Somatosensasi (Sentuhan)
Somatosensasi adalah pengertian umum yang mencakup modalitas sensorik yang terkait dengan sentuhan, proprioception, dan interoception. Modalitas ini mencakup tekanan, getaran, sentuhan ringan, rasa geli, gatal, suhu, nyeri, proprioception, dan kinestesi. Reseptor somatosensorik tersebar di seluruh tubuh, mencakup kulit, otot, tendon, kapsul sendi, ligamen, dan dinding organ visceral.
Dua jenis sinyal somatosensorik yang ditransduksi oleh ujung saraf bebas adalah nyeri dan suhu. Kedua modalitas ini menggunakan termoreseptor dan nosiseptor untuk mentransduksi rangsangan suhu dan nyeri. Reseptor suhu dirangsang ketika suhu lokal berbeda dengan suhu tubuh. Beberapa termoreseptor sensitif terhadap dingin saja, sedangkan yang lainnya hanya terhadap panas.
Nosisepsi adalah sensasi rangsangan yang berpotensi merusak. Rangsangan mekanis, kimia, atau termal yang melampaui ambang batas yang ditetapkan akan menimbulkan sensasi nyeri. Jaringan yang tertekan atau rusak melepaskan bahan kimia yang mengaktifkan protein reseptor di nosiseptor.
Jika menggerakan jari mengusap melintasi permukaan bertekstur, kulit jari akan merasakan getaran. Getaran frekuensi rendah seperti ini dikenali oleh mekanoreseptor yang dikenal sebagai sel Merkel, juga dikenal sebagai mekanoreseptor kulit tipe I. Sel-sel Merkel terletak di stratum basale epidermis.
Tekanan dan getaran yang lebih dalam ditransduksi oleh sel-sel pipih (Pacinian), yang merupakan reseptor dengan ujung berkapsul yang ditemukan jauh di dalam dermis atau jaringan subkutan. Sentuhan ringan ditransduksi oleh ujung-ujung yang dienkapsulasi yang dikenal sebagai sel-sel taktil (Meissner).
Folikel rambut juga terbungkus dalam pleksus ujung saraf yang dikenal sebagai pleksus folikel rambut. Ujung saraf ini mendeteksi pergerakan rambut di permukaan kulit, seperti saat serangga mungkin berjalan di sepanjang kulit.
Peregangan kulit ditransduksi oleh reseptor regangan yang dikenal sebagai sel-sel bulat. Sel-sel bulat juga dikenal sebagai sel-sel Ruffini atau mekanoreseptor kulit tipe II.
Reseptor somatosensorik lainnya ditemukan di persendian dan otot. Reseptor regangan memantau peregangan tendon, otot, dan komponen sendi. Sebagai contoh, saat meregangkan otot sebelum atau sesudah berolahraga, kita mungkin pernah mengalami perasaan bahwa hanya bisa meregangkannya hingga batas tertentu sebelum otot-otot menegang lagi. Ini adalah refleks yang diprakarsai oleh reseptor regangan untuk melindungi otot dari kerusakan.
Reseptor regangan ini juga mencegah kontraksi berlebihan dari otot. Dalam jaringan otot rangka, reseptor regangan ini dikenal sebagai organotendon Golgi. Organ tendon Golgi serupa mengukur tingkat regangan tendon. Sel-sel bulat juga ditemukan dalam kapsul sendi, di mana mereka mengukur regangan dalam komponen sistem kerangka di dalam sendi.
Pengelihatan
Penglihatan adalah indera khusus yang bergantung pada transduksi rangsangan cahaya yang diterima melalui mata. Mata ini terletak di dalam orbit di tengkorak, di mana tulang orbita melindunginya dan mengikat jaringan mata yang lembut.
Kelopak mata yang memiliki bulu mata di ujungnya membantu melindungi mata dari luka dengan mencegah partikel yang mungkin jatuh ke mata. Permukaan bagian dalam setiap kelopak mata disebut palpebra dan konjungtiva meluas dari sana hingga ke area putih mata (sklera), menghubungkan kelopak mata dengan bola mata.
Air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal yang terletak di bawah tepi lateral hidung. Air mata ini mengalir melalui saluran lakrimal ke sudut medial mata, di mana mereka melewati konjungtiva dan membantu membersihkan benda asing.
Pergerakan mata dalam orbita dilakukan oleh kontraksi dari enam otot ekstraokular yang berjalan dari tulang orbita dan melekat pada permukaan bola mata. Keempat otot di antaranya disusun pada titik mata angin, dan masing-masing dinamai berdasarkan lokasi mereka yaitu otot rektus superior, rektus medial, rektus inferior, dan rektus lateral. Saat masing-masing otot berkontraksi mata bergerak menuju arah otot tersebut bergerak. Misalnya, ketika otot rektus superior berkontraksi maka mata berputar ke atas.
Otot oblik superior berakar pada bagian belakang orbita dekat asal keempat otot rektus. Tendon otot miring berjalan melalui struktur mirip katrol yang disebut trochlea. Tendon ini masuk dengan sudut ke permukaan atas mata. Ketika otot oblik superior berkontraksi, mata berputar ke arah medial. Otot oblik inferior berasal dari dasar orbita dan menempel pada permukaan mata di bagian bawah dan samping. Saat berkontraksi, otot ini memutar mata ke samping, berlawanan dengan otot oblik superior.
Rotasi mata oleh kedua otot miring diperlukan karena mata tidak selalu sejajar sempurna dalam bidang sagital. Saat mata melihat ke atas atau ke bawah, mata juga harus sedikit berputar untuk mengimbangi tarikan rektus superior, sekitar 20 derajat dari sumbu vertical. Hal yang sama berlaku untuk rektus inferior, yang dikompensasi oleh kontraksi otot oblik inferior.
Otot ketujuh di dalam orbita adalah levator palpebrae superioris, yang bertanggung jawab untuk mengangkat dan menarik kelopak mata atas, gerakan ini biasanya terjadi bersamaan dengan peningkatan mata oleh otot rektus superior.
Otot ekstraokular diinervasi oleh tiga saraf kranial. Otot rektus lateral, yang bertanggung jawab untuk menggerakkan mata menjauh dari pusat diinervasi oleh saraf abducens. Otot oblik superior diinervasi oleh saraf troklearis. Semua otot lainnya diatur oleh saraf okulomotor, termasuk levator palpebrae superioris. Inti motorik dari saraf kranial ini terhubung ke batang otak yang mengkoordinasikan gerakan mata.
Mata adalah sebuah bola berongga yang terdiri dari tiga lapisan jaringan. Lapisan terluar adalah tunika fibrosa, mencakup sklera yang berwarna putih dan kornea yang bening. Sklera menyusun lima per enam permukaan mata namun banyak yang tidak terlihat. Kornea yang transparan melapisi ujung mata bagian depan dan memungkinkan cahaya memasuki mata.
Lapisan tengah mata adalah tunika vaskular yang terutama terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris. Koroid adalah lapisan jaringan ikat yang sangat vaskular yang memberikan suplai darah ke bola mata. Koroid berada di posterior badan siliaris, struktur otot yang melekat pada lensa melalui ligamen suspensori atau serat zonula. Kedua struktur ini membengkokkan lensa, memungkinkannya untuk memfokuskan cahaya ke bagian belakang mata.
Yang melapisi badan siliaris dan terlihat di mata bagian depan adalah iris, bagian berwarna dari mata. Iris adalah otot polos yang mengatur pembukaan atau penutupan pupil, lubang di tengah mata yang memungkinkan cahaya masuk. Iris menyempitkan pupil sebagai respons terhadap cahaya terang dan melebarkan pupil sebagai respons terhadap cahaya redup.
Lapisan paling dalam mata adalah tunika saraf atau retina, yang berisi jaringan saraf yang bertanggung jawab atas fotoresepsi.
Mata juga terbagi menjadi dua rongga yaitu rongga anterior dan rongga posterior. Rongga anterior adalah ruang antara kornea dan lensa, yang mencakup iris dan badan siliaris. Rongga ini diisi dengan cairan encer yang disebut humor aqueous.
Rongga posterior adalah ruang di belakang lensa yang membentang hingga ke sisi posterior mata bagian dalam, tempat retina berada. Rongga posterior diisi dengan cairan yang lebih kental yang disebut humor vitreous.
Retina terdiri dari beberapa lapisan dan berisi sel-sel khusus untuk pemrosesan awal rangsangan visual. Fotoreseptor (Sel batang dan sel kerucut) mengubah potensial membran mereka ketika distimulasi oleh energi cahaya. Perubahan potensial membran ini mengubah jumlah neurotransmitter yang dilepaskan oleh sel fotoreseptor ke sel bipolar di lapisan sinaptik luar. Sel bipolar ini menghubungkan fotoreseptor ke sel ganglion retina (RGC) di lapisan sinaptik dalam. Di sana, sel amakrin juga berkontribusi pada pemrosesan retina sebelum potensial aksi dihasilkan oleh RGC.
Akson RGC yang terletak di lapisan terdalam retina berkumpul di diskus optikus dan meninggalkan mata sebagai saraf optik. Karena akson ini melewati retina, tidak ada fotoreseptor di bagian paling belakang mata, tempat dimulainya saraf optik. Ini menciptakan "titik buta" di retina yang sesuai dengan titik buta dalam lapangan pandang kita.
Perhatikan bahwa fotoreseptor di retina (sel batang dan sel kerucut) terletak di belakang akson, RGC, sel bipolar, dan pembuluh darah retina. Sejumlah besar cahaya diserap oleh struktur ini sebelum cahaya mencapai sel fotoreseptor.
Namun, tepat di tengah retina terdapat area kecil yang disebut fovea. Di fovea, retina memiliki kekurangan sel pendukung dan pembuluh darah dan hanya mengandung fotoreseptor. Oleh karena itu, ketajaman penglihatan atau akuitas visual paling tinggi di fovea. Ini disebabkan oleh fakta bahwa fovea adalah tempat paling sedikit cahaya yang terserap oleh struktur retina lainnya.
Ketika seseorang bergerak ke arah mana pun dari pusat retina ini, ketajaman penglihatan akan menurun secara signifikan. Selain itu, setiap sel fotoreseptor di fovea terhubung dengan satu RGC. Oleh karena itu, RGC ini tidak perlu menggabungkan masukan dari beberapa fotoreseptor, sehingga meningkatkan akurasi transduksi visual.
Di tepi retina, beberapa fotoreseptor berkonvergensi ke dalam satu RGC (melalui sel bipolar) dengan rasio 50 banding 1. Perbedaan dalam ketajaman penglihatan antara fovea dan retina perifer dapat dilihat dengan mudah dengan melihat langsung kata-kata di tengah paragraf ini.
Stimulus visual yang berada di tengah lapangan pandang jatuh pada fovea dan berada pada titik fokus yang paling tajam. Tanpa mengalihkan pandangan dari kata tersebut, perhatikan bahwa kata-kata di awal atau akhir paragraf tidak berfokus.
Gambar dalam penglihatan tepi dipersepsikan oleh retina tepi dan memiliki tepi yang kabur serta kata-kata yang tidak teridentifikasi dengan jelas. Oleh karena itu, sebagian besar fungsi saraf mata berkaitan dengan pergerakan mata dan kepala, sehingga rangsangan visual yang penting dapat difokuskan pada fovea.
Cahaya yang mencapai retina menyebabkan perubahan kimia pada molekul pigmen di fotoreseptor, yang pada akhirnya memengaruhi aktivitas RGC. Sel fotoreseptor memiliki dua bagian, yaitu segmen dalam dan segmen luar.
Segmen dalam mengandung nukleus dan organel sel umum, sementara segmen luar adalah wilayah khusus tempat fotoresepsi terjadi. Terdapat dua jenis fotoreseptor, yaitu sel batang dan kerucut yang berbeda dalam bentuk segmen luar mereka.
Segmen luar fotoreseptor sel batang berbentuk seperti batang dan berisi tumpukan cakram membran yang mengandung pigmen fotosensitif bernama rhodopsin. Sementara segmen luar fotoreseptor kerucut berbentuk kerucut dan mengandung pigmen fotosensitif dalam lipatan membran sel.
Terdapat tiga jenis fotopigmen kerucut yang disebut opsin dan masing-masing sensitif terhadap panjang gelombang cahaya tertentu. Panjang gelombang cahaya tampak menentukan warnanya. Pigmen pada mata manusia berspesialisasi dalam mendeteksi tiga warna primer yang berbeda: merah, hijau, dan biru.
Pada tingkat molekuler, rangsangan visual menyebabkan perubahan pada molekul fotopigmen yang berdampak pada perubahan potensial membran sel fotoreseptor. Satu unit cahaya disebut foton, yang dalam fisika dijelaskan sebagai paket energi dengan sifat partikel dan gelombang.
Energi foton diwakili oleh panjang gelombang, di mana setiap panjang gelombang cahaya tampak berhubungan dengan warna tertentu. Cahaya tampak adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 380 dan 720 nm. Panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang lebih panjang dari 720 nm termasuk dalam rentang inframerah, sementara yang lebih pendek dari 380 nm termasuk dalam rentang ultraviolet.
Cahaya dengan panjang gelombang 380 nm terlihat berwarna biru, sedangkan cahaya dengan panjang gelombang 720 nm berwarna merah tua. Semua warna lainnya berada di antara merah dan biru pada berbagai titik panjang gelombang.
Pigmen opsin sebenarnya adalah protein transmembran yang mengandung kofaktor yang dikenal sebagai retinal. Retinal adalah molekul hidrokarbon yang terkait dengan vitamin A. Ketika foton berinteraksi dengan retinal maka rantai hidrokarbon panjang molekul tersebut mengalami perubahan biokimia.
Secara spesifik, foton menyebabkan beberapa ikatan ganda karbon dalam rantai berubah dari konformasi cis menjadi trans. Proses ini dikenal sebagai fotoisomerisasi. Sebelum berinteraksi dengan foton, karbon dengan ikatan ganda fleksibel di retinal berada dalam konformasi cis. Molekul ini disebut 11-cis-retinal. Foton yang berinteraksi dengan molekul menyebabkan perubahan rantai menjadi transkonformasi, membentuk semua-trans-retinal, yang memiliki rantai hidrokarbon lurus.
Perubahan bentuk retinal pada fotoreseptor memulai transduksi visual di retina. Aktivasi protein retinal dan opsin menghasilkan aktivasi protein G. Protein G mengubah potensial membran sel fotoreseptor, yang kemudian menghasilkan pelepasan neurotransmitter lebih sedikit ke lapisan sinaptik luar retina. Hingga molekul retinal diubah kembali menjadi bentuk 11-cis-retinal, opsin tidak dapat merespons energi cahaya, yang disebut sebagai pemutihan.
Ketika sekelompok besar fotopigmen mengalami pemutihan, retina akan mengirimkan informasi seolah-olah informasi visual yang berlawanan sedang dirasakan. Setelah kilatan cahaya terang, bayangan yang muncul biasanya akan tampak negatif. Fotoisomerisasi diubah kembali melalui serangkaian perubahan enzimatik sehingga retinal dapat lebih merespons energi cahaya.
Opsin yang peka terhadap panjang gelombang cahaya memiliki keterbatasan. Rhodopsin, fotopigmen dalam sel batang, sangat peka terhadap cahaya pada panjang gelombang 498 nm. Tiga jenis opsin warna memiliki sensitivitas puncak masing-masing pada 564 nm, 534 nm, dan 420 nm, yang sekitar sesuai dengan warna primer merah, hijau, dan biru.
Absorbansi rhodopsin pada sel batang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan opsin sel kerucut. Terutama, batang sensitif terhadap kondisi cahaya redup, sedangkan sel kerucut sensitif terhadap kondisi terang.
Di bawah cahaya matahari normal, rhodopsin terus-menerus mengalami pemutihan sementara sel kerucut aktif. Dalam kondisi ruangan yang gelap, tidak ada cukup cahaya untuk mengaktifkan opsin sel kerucut dan penglihatan sepenuhnya bergantung pada sel batang. Sel Batang sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga satu foton pun dapat memicu potensial aksi pada RGC yang sesuai pada sel batang.
Ketiga jenis opsin sel kerucut, yang peka terhadap panjang gelombang cahaya berbeda memberikan kemampuan kita untuk melihat warna. Dengan membandingkan aktivitas ketiga jenis sel kerucut yang berbeda, otak dapat mengekstrak informasi warna dari rangsangan visual.
Sebagai contoh, cahaya berwarna biru terang dengan panjang gelombang sekitar 450 nm akan mengaktifkan sel kerucut "merah" hanya dalam jumlah kecil, sedangkan sel kerucut "hijau" sedikit, dan sel kerucut "biru" dominan. Aktivasi relatif dari ketiga jenis sel kerucut dihitung oleh otak yang mengenali warna sebagai biru.
Namun sel kerucut tidak dapat merespons cahaya intensitas rendah, dan sel batang tidak dapat mengenali warna cahaya. Oleh karena itu, penglihatan kita dalam kondisi pencahayaan rendah pada dasarnya hanya dalam skala warna abu-abu. Dengan kata lain, di dalam ruangan yang gelap, semua objek tampak berwarna abu-abu. Jika merasa dapat melihat warna dalam kegelapan, kemungkinan besar disebabkan oleh otak yang mengenali warna berdasarkan ingatan.
Referensi:
- Joan M. Robinson, RN., MSN. 2009. Anatomy & Physiology – Made Incredibly Easy. 3rd Ed. Wolters Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins.
- J. Gordon Betts, et. al. 2017. Anatomy & Physiology. Houston, Texas: Rice University. OpenStax.
- Sherwood L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Jakarta: EGC.
- Peate I & Nair M. Anatomy and Physiology For Nursing and Healthcare Students. Oxford: Wiley Blackwell
Posting Komentar