Halusinasi adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami persepsi yang tidak sesuai dengan realitas. Ini bisa terjadi melalui salah satu dari lima indera kita, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, atau perasaan. Halusinasi seringkali disebabkan oleh gangguan mental atau penggunaan obat-obatan tertentu, tetapi juga bisa terjadi secara alami pada orang-orang yang sehat. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai konsep medikdan askep halusinasi menggunakan pendekatan Sdki Slki dan SIki.
Image by cottonbro studio on pexels.com |
Konsep Dasar Dan Askep Halusinasi
Pendahuluan
Kata "halusinasi" berasal dari bahasa Latin yang berarti "berkelana secara mental". Dalam bahasa sehari-hari, halusinasi meliputi mendengar, melihat, merasa, mencium, bahkan merasakan sesuatu yang tidak nyata.
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi, dimana pasien seolah olah mendengar suara yang tidak memiliki sumber fisik secara nyata. Halusinasi sering terjadi pada orang yang memiliki gangguan kejiwaan termasuk skizofrenia dan bipolar.
Halusinasi adalah fenomena psikologis yang menarik yang memiliki sejumlah implikasi klinis, teoritis, dan empiris yang penting. Halusinasi juga merupakan salah satu bentuk patologi psikologis yang parah dan dianggap sebagai karakteristik psikosis serta ditemukan dalam berbagai kondisi medis dan kejiwaan.
Selain itu, sebagian orang normal kadang melaporkan pengalaman halusinasi. Dari fenomena ini halusinasi bisa dianggap gangguan persepsi yang sering terjadi dan penting untuk diulas.
Jenis Halusinasi
Halusinasi visual
Pada halusinasi visual, seseorang melihat sesuatu yang tidak ada atau melihat sesuatu yang ada tetapi salah melihatnya. Beberapa kondisi dapat menyebabkan halusinasi visual termasuk demensia, migrain, dan kecanduan obat atau alkohol.
Halusinasi visual dapat berupa distorsi ringan dari apa yang dilihat atau penglihatan tentang hal-hal yang tidak ada. Distorsi ini bisa bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dapat berpindah dengan cepat dari satu ke yang lain, menyebabkan perubahan suasana hati yang cepat.
Halusinasi visual yang umum meliputi:
- Warna cerah atau terang yang tidak biasa
- Ilusi visual yang terlihat dengan jelas
- Pola baru yang terlihat berbeda dari pola alami berbagai benda, seperti pembuluh darah pada daun, atau pola yang tumpang tindih pada objek sekitar.
- Melihat objek atau orang yang tidak ada
- Melihat wajah yang terlihat artifisial atau seperti terbuat dari plastik, tanah liat, atau benda mati lainnya
- Melihat lingkaran cahaya disekitar objek
- Anomali penglihatan perifer
- Dinding yang terlihat seperti sedang "bernafas" atau bergerak
Halusinasi pendengaran
Ini adalah bentuk halusinasi yang paling umum pada penderita skizofrenia dan mengacu pada persepsi suara yang tidak ada. Pada skizofrenia, pasien sering mendengar suara-suara yang berbicara kepada mereka atau dapat berupa siulan dan desisan.
Suara-suara yang didengar mungkin berupa kata-kata pujian, kritik, atau lainnya kepada mereka. Suara-suara itu juga dapat membentuk komentar tentang tindakan orang tersebut. Halusinasi seperti mendengar suara perintah juga dapat terjadi.
Halusinasi pendengaran juga merupakan ciri gangguan bipolar dan demensia, meskipun hal itu dapat terjadi tanpa adanya kondisi gangguan mental.
Halusinasi pendengaran bisa menimbulkan masalah, meskipun beberapa orang dapat belajar untuk hidup dengan suara-suara ini, terutama jika kata-kata yang mereka dengar netral atau memuji.
Halusinasi pendengaran juga dapat terjadi akibat kehilangan atau proses berduka, yang dapat membuat orang tersebut percaya bahwa mereka dapat mendengar suara orang yang dicintai.
Halusinasi penciuman
Halusinasi ini berupa seolah olah mencium bau yang sejatinya tidak ada. Bau ini biasanya berupa aroma yang tidak sedap seperti muntahan, urine, feses, asap atau daging busuk.
Kondisi ini juga disebut phantosmia dan dapat terjadi akibat kerusakan saraf pada sistem penciuman. Kerusakan mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak, paparan zat beracun atau obat-obatan. Phantosmia juga bisa disebabkan oleh epilepsi.
Halusinasi taktil
Halusinasi taktil merujuk pada saat seseorang merasakan bahwa mereka disentuh padahal sebenarnya tidak.
Salah satu bentuk keluhan yang paling umum adalah sensasi seperti ada serangga yang merayap di kulit. Kondisi Ini terkait dengan penyalahgunaan zat seperti kokain atau amfetamin.
Halusinasi somatik umum
Ini merujuk pada saat seseorang mengalami perasaan tubuhnya mengalami luka. Pasien juga bisa melaporkan mengalami gigitan hewan atau mencoba menyerang tubuh mereka.
Etiologi
Halusinasi seringkali merupakan efek dari gangguan psikotik atau kondisi terkait. Namun, bagaimana mekanisme pasti dari proses ini masih kurang jelas. Terdapat beberapa hipotesis terkait dengan penyebab terjadinya halusinasi, beberapa kemungkinan penyebab halusinasi antara lain:
Penyebab sementara
- Tertidur atau bangun.
- Berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan tertentu, halusinogen (LSD dan PCP), kokain, amfetamin, heroin, atau ketamin.
- Demam tinggi, terutama pada anak-anak dan orang tua.
- Dehidrasi parah
- Kurang tidur
- Migrain
- Trauma
- Sakit parah.
- Berduka.
- Infeksi, terutama pada lansia.
- Pemulihan dari anestesi setelah prosedur operasi.
Kesehatan Mental
- Skizofrenia : gangguan kepribadian skizotipal (yang juga termasuk dalam kategori gangguan kepribadian), Gangguan delusi, Gangguan psikotik singkat, Gangguan skizofreniform dan Gangguan skizoafektif.
- Gangguan bipolar: Orang dengan gangguan bipolar dapat mengalami halusinasi selama episode depresi berat atau manik parah.
- Depresi berat dengan ciri psikotik (depresi psikotik): Gangguan depresi mayor (MDD) dengan ciri psikotik adalah jenis penyakit depresi yang berbeda di mana gangguan suasana hati disertai dengan delusi, halusinasi, atau keduanya.
Gangguan Neurologis
Kondisi neurologis yang dapat menyebabkan halusinasi antara lain:
- Penyakit Parkinson: Kondisi ini menyebabkan bagian otak memburuk, menyebabkan gejala yang lebih parah dari waktu ke waktu. Sekitar 20-40% orang dengan penyakit Parkinson mengalami halusinasi atau delusi. Kondisi Ini juga bisa disebabkan oleh efek samping obat atau demensia.
- Penyakit Alzheimer: Sekitar 13% orang dengan penyakit Alzheimer mengalami halusinasi. Halusinasi disebabkan oleh perubahan di dalam otak yang diakibatkan oleh kondisi tersebut.
- Demensia body Lewy: Kondisi ini melibatkan penumpukan gumpalan protein yang disebut tubuh Lewy di sel saraf otak dan merusak sel saraf tersebut. Kondisi ini biasanya dapat menyebabkan halusinasi visual dan mungkin salah satu tanda pertama demensia tubuh Lewy.
- Epilepsi: Orang yang menderita epilepsi yang melibatkan bagian otak lobus temporal dapat mengalami halusinasi, paling sering halusinasi penciuman.
- Narkolepsi: narkolepsi adalah kelainan neurologis yang mempengaruhi kemampuan otak untuk mengontrol tidur dan terjaga. Orang dengan narkolepsi sering mengalami halusinasi sesaat sebelum tertidur (halusinasi hipnagogik) atau sesaat setelah bangun tidur (halusinasi hipnopompik).
Kondisi lain yang dapat menyebabkan halusinasi
Sindrom Charles Bonnet menyebabkan seseorang yang penglihatannya mulai memburuk bisa menimbulkan halusinasi. Kondisi ini hanya menyebabkan halusinasi visual.
Penyakit terminal, termasuk gagal hati, gagal ginjal, HIV/AIDS stadium 3, dan kanker otak semuanya dapat menyebabkan halusinasi.
Beberapa jenis obat terkadang dapat menyebabkan atau memperburuk halusinasi sebagai efek samping. Lansia berisiko lebih besar karena kepekaan yang meningkat terhadap obat-obatan.
Halusinasi yang disebabkan oleh obat sering berhubungan dengan dosis dan biasanya berhenti ketika pasien menghentikan pengobatan.
Tanda dan Gejala
Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang tidak sesuai dengan realitas. Halusinasi dapat menjadi gejala dari kondisi medis yang serius yang memerlukan perawatan segera. Orang yang mengalami halusinasi dapat mendengar, melihat, merasa, mencium, atau mengecap sesuatu yang tidak ada di dunia nyata. Beberapa tanda dan gejala halusinasi yang umum adalah:
- Mendengar suara yang tidak ada di dunia nyata, seperti suara bicara atau musik.
- Melihat objek atau orang yang tidak ada di dunia nyata.
- Merasakan sensasi yang tidak ada di dunia nyata, seperti sentuhan atau tekanan.
- Mengalami penciuman atau perasaan yang tidak ada di dunia nyata.
- Merasa diikuti atau diintimidasi oleh orang atau makhluk yang tidak ada di dunia nyata.
Diagnostik
Halusinasi dianggap sebagai gejala inti psikosis menurut ICD-10 dan DSM-IV. Halusinasi pendengaran dari gema pemikiran merupakan bagian dari gejala peringkat pertama yang membentuk dasar diagnosis skizofrenia menurut ICD-10.
Halusinasi kinestetik dapat menjadi diagnostik untuk berbagai jenis skizofrenia langka. Halusinasi terkait alkohol secara fenomenologis dapat membedakan delirium tremens dari halusinasi alkoholik, tetapi sangat sulit untuk membedakannya dari skizofrenia.
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada semua kelompok kecuali sindrom otak organik, di mana halusinasi visual yang mendominasi.
Terlepas dari fakta-fakta yang disebutkan di atas, seorang pasien yang mengalami halusinasi sebagai salah satu gejalanya membutuhkan evaluasi diagnostik psikiatri dan neurologis yang lengkap untuk menegakkan diagnosis yang sesuai.
Secara klinis, memunculkan halusinasi dan menganalisisnya secara rinci mungkin merupakan prognostik dan untuk diagnosis, seseorang harus mendapatkan penjelasan holistik dari pasien.
Halusinasi subklinis pada anak-anak dan remaja non-psikotik
Beberapa anak atau remaja mungkin melaporkan halusinasi atau delusi subklinis, namun tidak memenuhi kriteria gangguan psikotik spesifik. Hipotesis dalam literatur saat ini mengusulkan bahwa gejala-gejala ini adalah bagian dari proses disosiatif PTSD (post traumatic stress disorder), bagian dari proses berpikir skizotipal atau bagian dari gejala depresi.
Hubungan antara trauma masa kanak-kanak dan halusinasi pendengaran tidak terbatas pada subjek dengan gangguan disosiatif, tetapi juga ditemukan pada populasi umum dan pasien skizofrenia.
Kessler menskrining 341 pasien psikotik rawat inap pertama dan melaporkan bahwa 18 orang (5,3%) memiliki riwayat halusinasi anak usia dini terisolasi yang berlangsung selama berbagai durasi tanpa fitur psikosis lainnya.
Kessler memperkirakan bahwa halusinasi anak usia dini yang terisolasi dapat meningkatkan risiko psikosis dewasa. Namun, tidak jelas berapa persen kasus halusinasi anak usia dini yang terisolasi berkembang menjadi psikosis di kemudian hari.
Halusinasi dalam kondisi non-morbid pada populasi umum dikaitkan dengan pengalaman viktimisasi, IQ di bawah rata-rata, dan jenis kelamin perempuan. Banyak keadaan dapat memicu halusinasi pada orang normal serta populasi klinis seperti kelelahan, keadaan yang mengancam jiwa, berkabung, reaksi kesedihan, isolasi persepsi berkepanjangan, pelecehan, kegiatan ritual keagamaan dan keadaan trance.
Subyek dapat melaporkan halusinasi dalam kondisi peningkatan rangsangan eksternal seperti ketika di keramaian, ketika sendirian di malam hari atau ketika ada kebisingan tertentu. Gejala umum bagi orang tua untuk melihat, mendengar, atau merasakan kehadiran orang yang meninggal selama berkabung.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan halusinasi bergantung pada jenis halusinasi, penyebab yang mendasari, dan kesehatan pasien secara keseluruhan. Secara umum, penanganan dilakukan melalui pendekatan multidisiplin yang mencakup pengobatan, terapi, dan dukungan sosial.
Psikoterapi
Psikoterapi untuk halusinasi dengan melibatkan pasien untuk mengurangi gejala, memberikan psikoedukasi, mengeksplorasi alasan yang masuk akal untuk halusinasi dan menormalkan pengalaman.
Self Help
Strategi Self Help dapat membantu pasien mengatasi halusinasi pendengaran antara lain :
- Olahraga
- Bersenandung atau menyanyikan lagu beberapa kali
- Mengabaikan suara-suara
- Mendengarkan musik
- Membaca
- Berbicara dengan orang lain
Farmakologi
Obat antipsikotik biasanya efektif untuk mengobati halusinasi, baik dengan menghilangkan atau mengurangi frekuensi kemunculannya atau dengan memiliki efek menenangkan yang membuatnya tidak terlalu mengganggu.
Nuplazid (pimavanserin) adalah obat pertama yang disetujui untuk mengobati halusinasi yang berhubungan dengan psikosis yang dialami pada penyakit Parkinson.
Perawatan Lainnya
Repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS) merupakan prosedur non-invasif yang melibatkan penempatan perangkat magnetik kecil langsung pada kepala, memiliki beberapa bukti awal yang mungkin dapat mengurangi frekuensi dan keparahan halusinasi pendengaran pada beberapa orang dengan skizofrenia.
Asuhan Keperawatan
Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki
1. Gangguan Persepsi Sensori (Sdki D.0085)
Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi.
Tanda dan Gejala:
Subyektif :
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera penciuman, perabaan, atau pengecapan
Obyektif:
- Distorsi sensori
- Respons tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu
Penyebab:
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Gangguan penghiduan
- Gangguan perabaan
- Hipoksia serebral
- Penyalahgunaan zat
- Usia lanjut
- Pemajanan toksin lingkungan
Luaran: Persepsi Sensori Membaik (Slki L.09083)
Kriteria Hasil:
- Verbalisasi mendengar bisikan menurun
- Vernalisasi melihat bayangan menurun
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera perabaan menurun
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera penciuman menurun
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera pengecapan menurun
- Distorsi sensori menurun
- Perilaku halusinasi menurun
- Respons sesuai stimulus membaik
Intervensi Keperawatan :
a. Manajemen Halusinasi (Siki I.09288)
Observasi
- Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
- Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
- Monitor isi halusinasi (mis: kekerasan atau membahayakan diri)
Terapeutik
- Pertahankan lingkungan yang aman
- Lakukan Tindakan keselamatan Ketika tidak dapat mengontrol perilaku (mis: limit setting, pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
- Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
- Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
Edukasi
- Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (mis: mendengarkan music, melakukan aktivitas dan Teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
b. Minimalisasi Rangsangan (Siki I.08241)
Observasi
- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis: nyeri, kelelahan)
Terapeutik
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis: bising, terlalu terang)
- Batasi stimulus lingkungan (mis: cahaya, suara, aktivitas)
- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
- Kombinasikan prosedur/Tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis: mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
- Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
c. Pengekangan Kimiawi (Siki I.09301)
Observasi
- Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan pengekangan (mis: agitasi, kekerasan)
- Monitor Riwayat pengobatan dan alergi
- Monitor respon sebelum dan sesudah pengekangan
- Monitor tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, warna kulit, suhu, sensasi dan kondisi secara berkala
- Monitor kebutuhan nutrisi, cairan, dan eliminasi
Terapeutik
- Lakukan supervisi dan surveilans dalam memonitor Tindakan
- Beri posisi nyaman untuk mencegah aspirasi dan kerusakan kulit
- Ubah posisi tubuh secara periodik
- Melibatkan pasien dan/atau keluarga dalam membuat keputusan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pengekangan
- Latih rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian agen psikotropika untuk pengekangan kimiawi
Referensi :
- Cleveland Clinic. 2022. Hallucination Overview.
- Elizabeth Hartney, PhD. 2022. Types Of Hallucinations. Verywell Mind.
- Kumar S, et al. 2009. Hallucinations: Etiology and clinical implications. Ind Psychiatry J. Jul;18(2):119-26. doi: 10.4103/0972-6748.62273.
- PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
- PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
- PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta