Demensia merupakan masalah yang sering dialami lansia, ditandai hilangnya fungsi kognitif mencakup kemampuan berpikir, mengingat, dan bernalar, sehingga menimbulkan gangguan dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Sebagian pasien demensia juga tidak dapat mengendalikan emosi mereka, dan cenderung mengalami perubahan kepribadian. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai konsep penyakit dan askep demensia menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.
Tujuan
- Memahami definisi, klasifikasi, epidemiologi, penyebab, patofisiologi serta tanda dan gejala yang muncul pada pasien lansia dengan demensia
- Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien lansia dengan demensia
- Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada askep demensia menggunakan pendekatan Sdki
- Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep demensia menggunakan pendekatan Slki
- Melaksanakan Intervensi keperawatan pada askep demensia menggunakan pendekatan Siki
- Melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga pada askep demensia
Image by Nick Youngson in Alpha Stock Images |
Konsep Penyakit dan Askep Demensia
Pendahuluan
Demensia adalah gangguan yang ditandai dengan penurunan kognitif yang melibatkan memori dan setidaknya 1 domain lainnya, termasuk kepribadian, praksis, pemikiran abstrak, bahasa, fungsi eksekutif, perhatian kompleks, keterampilan sosial dan visuospasial.
Selain penurunan fungsi, tingkat keparahannya harus cukup signifikan dan menyebabkan gangguan fungsi dan aktivitas sehari-hari.
Gejala demensia muncul secara bertahap, persisten dan progresif dimana individu yang menderita demensia akan mengalami perubahan dalam kognisi, fungsi dan perilaku.
Presentasi klinis demensia yang muncul biasanya bervariasi pada masing masing individu. Defisit kognitif dapat muncul dalam bentuk kehilangan memori, gangguan komunikasi dan bahasa, agnosia (ketidakmampuan untuk mengenali objek), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang dipelajari sebelumnya) dan gangguan fungsi eksekutif (penalaran).
Gejala-gejala gangguan kognitif berasal dari cedera pada korteks serebral yang disebabkan oleh kegagalan sinaptik, peradangan dan perubahan metabolisme otak.
Dengan membaiknya sistem pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan hidup, maka insiden dan prevalensi demensia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, 47 juta orang di dunia mengalami demensia terutama lansia, dan jumlahnya diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.
Tipe Demensia
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis penurunan kognitif progresif. Demensia diklasifikasikan menurut penyebabnya dalam beberapa jenis, yaitu:
- Penyakit alzheimer : Merupakan tipe demensia yang paling umum yaitu sekitar 60% hingga 80% kasus. Penyebab pasti penyakit Alzheimer belum diketahui, tetapi beberapa teori memperkirakan terdapat beberapa penyebab, seperti pengurangan asetilkolin otak, pembentukan plak, trauma kepala yang serius, dan faktor genetik. Perubahan patologis di otak termasuk atrofi, pembesaran ventrikel, dan adanya banyak plak dan neurofibrillary yang kusut.
- Demensia Vaskular : Demensia jenis ini disebabkan oleh penyakit serebrovaskular yang signifikan. Klien menderita stroke ringan atau yang lainnya yang disebabkan oleh hipertensi, emboli serebral atau trombus, yang menimbulkan kerusakan pada area otak. Timbulnya gejala lebih tiba-tiba dibandingkan dengan penyakit alzheimer dan perkembangannya bervariasi.
- Demensia karena penyakit HIV : Disfungsi kekebalan yang terkait dengan human immunodeficiency virus (HIV) dapat menyebabkan infeksi otak oleh organisme lain. HIV juga tampaknya menyebabkan demensia secara langsung.
- Demensia akibat trauma kepala: Sindrom gejala yang terkait dengan demensia dapat disebabkan oleh cedera kepala traumatis.
- Lewy Body Disease: Secara klinis, lewi body disease cukup mirip dengan Alzheimer, namun penyakit ini cenderung berkembang lebih cepat, dan muncul gejala awal halusinasi visual dan gejala parkinson. Ciri khas penyakit ini adalah adanya badan Lewy eosinofilik yang terlihat di korteks serebral dan batang otak.
- Demensia karena penyakit Parkinson: Penyakit Parkinson disebabkan oleh hilangnya sel-sel saraf di substansia nigra ganglia basalis. Gejala demensia yang terkait dengan penyakit Parkinson sangat mirip dengan gejala Alzheimer.
- Demensia karena penyakit Huntington: Penyakit ini ditransmisikan melalui gen dominan dimana terjadi kerusakan di area ganglia basalis dan korteks serebral.
- Penyakit Pick: Pada penyakit ini terjadi atrofi di lobus frontal dan temporal otak. Gejalanya sangat mirip dengan Alzheimer, dan penyakit Pick sering salah didiagnosis sebagai penyakit alzheimer.
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob: Bentuk demensia ini disebabkan oleh agen menular yang dikenal sebagai "slow virus" atau prion. Presentasi klinis sindrom demensia yang khas dan perkembangannya sangat cepat dengan kerusakan progresif dan bisa menimbulkan kematian dalam satu tahun setelah onset penyakit.
- Demensia terkait kondisi medis umum lainnya: Sejumlah kondisi medis dapat menyebabkan demensia. Beberapa di antaranya termasuk kondisi endokrin, penyakit paru, gagal hati atau ginjal, insufisiensi kardiopulmoner, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, defisiensi nutrisi, lesi lobus frontal atau temporal, epilepsi yang tidak terkontrol, infeksi sistem saraf pusat atau sistemik, dan kondisi neurologis lainnya.
- Demensia Persisten yang Diinduksi Zat: Demensia jenis ini berhubungan dengan efek yang menetap dari zat-zat seperti alkohol, inhalansia, sedatif, hipnotik, ansiolitik, obat lain, dan racun yang berasal dari pencemaran lingkungan.
Epidemiologi
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyebab paling umum dari demensia, karena bertanggung jawab atas 70 hingga 80% kasus dari semua kasus demensia. Hal ini dapat terjadi secara sporadis atau keluarga.
Demensia vaskular (VD) menyumbang sekitar 5% sampai 10% dari semua kasus demensia. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia dan berlipat ganda setiap 5 tahun. Faktor risiko demensia vaskuler termasuk hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, hipertensi, dan kebiasaan merokok.
Demensia tubuh Lewy (LBD) menyumbang sekitar 5% sampai 10% dari kasus demensia. Data epidemiologis mungkin tidak sepenuhnya akurat karena diagnosis demensia Lewy body sering terlewatkan.
Demensia frontotemporal (FTD) adalah penyebab paling umum kedua demensia pada pasien yang berusia kurang dari 65 tahun. 25% dari semua kasus demensia pada pasien di atas usia 65 dikaitkan dengan demensia frontotemporal. Namun banyak keterbatasan dalam penelitian epidemiologi demensia frontotemporal.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) sangat jarang terjadi yaitu hanya pada sekitar 1 dari sejuta orang dalam populasi.
Demensia campuran adalah kondisi di mana pasien memiliki lebih dari 1 jenis demensia. Dalam kondisi ini, alzheimer dengan demensia badan lewy atau demensia vaskular sering terjadi secara bersamaan.
Penyebab
Berbagai kondisi dapat menyebabkan demensia. Demensia Alzheimer (AD) adalah penyebab paling umum dan menyumbang sekitar 70% kasus. Penyebab umum lainnya antara lain demensia vaskular, demensia badan Lewy (DLB), demensia frontotemporal (FTD), dan demensia penyakit Parkinson (PDD).
Penyakit lain menyumbang lebih sedikit kasus demensia, meliputi penyakit Huntington (HD), degenerasi basal kortikal (CBD), kelumpuhan supranuklear progresif (PBP), atrofi multisistem (MSA), dan penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD).
Penyakit Alzheimer disebabkan oleh deposisi neurofibrillary yang kusut dan plak di otak. Demensia vaskular disebabkan karena adanya cedera iskemik pada otak.
Demensia frontotemporal adalah gangguan yang disebabkan oleh berbagai mutasi yang menyebabkan pengendapan protein tau dan protein lain di grey matter dan white matter otak.Demensia tubuh Lewy disebabkan oleh agregasi abnormal dari protein sinaptik alpha synuclein di otak.
Patofisiologi
Patofisiologi demensia belum sepenuhnya dipahami. Penyakit Alzheimer ditandai dengan atrofi luas korteks dan deposisi plak amiloid dan hiperfosforilasi protein tau di neuron yang berkontribusi terhadap degenerasi saraf.
Demensia badan Lewy ditandai dengan akumulasi badan Lewy intraseluler yang merupakan agregat alfa-synuclein di dalam neuron, terutama di bagian korteks.
Demensia frontotemporal ditandai dengan deposisi TDP-43 dan hiperfosforilasi protein tau di berbagai area di lobus frontal dan temporal yang menyebabkan demensia, perubahan perilaku, dan afasia.
Demensia vaskular disebabkan oleh cedera iskemik pada otak, misalnya stroke yang menyebabkan kematian neuron permanen.
Faktor-faktor tertentu seperti depresi, cedera kepala traumatis, penyakit kardiovaskular, riwayat keluarga dengan demensia, merokok, dan adanya alel APOE e4 telah terbukti meningkatkan risiko perkembangan Demensia.
Tanda dan Gejala
Beberapa gejala yang biasa muncul pada pasien demensia antara lain:
- Perubahan perilaku
- Sering tersesat di lingkungan yang biasa dilalui atau sebelumnya sudah familiar
- Kehilangan memori
- Perubahan mood
- Agresi
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Pengabaian diri
- Kesulitan kognitif
- Perubahan kepribadian
- Kesulitan melakukan tugas
- Pelupa
- Kesulitan dalam komunikasi
- Kerentanan terhadap infeksi
- Kehilangan kemandirian
Selain gejala demensia secara umum, gejala atipikal berikut dapat terlihat pada kondisi tertentu seperti:
- Pada pasien dengan Lewy Body Dementia (LBD) : gejala halusinasi visual, delusi, gangguan tidur, dan kesulitan memproses informasi visual dapat terlihat.
- Pada pasien dengan Creutzfeldt-Jakob DIsease (CJD) : gejala kekakuan otot, kedutan, sentakan otot, halusinasi visual, dan penglihatan ganda dapat terlihat.
- Pada pasien dengan penyakit Huntington, muncul gejala korea, iritabilitas, dan perilaku obsesif-kompulsif.
- Pada pasien dengan demensia vaskular: gejala ketidakseimbangan, sakit kepala, defisit sensorimotor, dan kesulitan berbicara.
- Pada pasien dengan Frontotemporal Dementia (FTD) : terjadi perubahan perilaku, masalah dengan orientasi spasial, dan kesulitan berbicara.
- Pada pasien dengan Parkinson’s Disease Dementia (PDD), gejala parkinsonisme yang ditandai dengan bicara dan gerakan lambat, dan tremor. Selain itu, halusinasi visual dan delusi juga dapat muncul terutama pada tahap akhir.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan kognitif, antara lain:
- Hitung sel darah lengkap (CBC): Kelainan dalam jumlah sel darah lengkap dan kadar cobalamin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan penyakit hematologi.
- Tingkat enzim hati: Kelainan yang ditemukan dalam skrining kadar enzim hati memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan penyakit hati seperti hepatitis.
- kadar hormon perangsang tiroid (TSH): Kelainan kadar hormon TSH memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengatasi penyakit tiroid.
- Rapid Plasma Reagent: Kelainan pada reagen plasma (RPR) memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan sifilis.
- Serologi HIV: Abnormalitas pada serologi HIV atau PCR memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan HIV/AIDS.
- Antibodi paraneoplastik: Kelainan pada antibodi paraneoplastik memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan ensefalitis autoimun.
- Protein CSS: Kelainan pada protein CSF tau, P-tau, dan 14-3-3 memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan penyakit Creutzfeldt-Jakob.
Pemeriksaan neuropsikologis dapat membantu penegakan diagnosis dan pengambilan keputusan seiring dengan perkembangan penyakit. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan neuropsikologis juga dapat membantu mengevaluasi tingkat dan tingkat keparahan gangguan kognitif serta gangguan perilaku. Selain itu dapat membantu membedakan penuaan normal dari gangguan kognitif ringan serta mengidentifikasi jenis demensia.
Pemeriksaan pencitraan otak fungsional dengan PET, SPECT, dan fMRI dapat membantu dalam diagnosis dini dan pemantauan pasien dengan demensia. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan etiologi demensia.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini, penatalaksanaan demensia yang tersedia sebagian besar bersifat simtomatik untuk menangani gejala dan dilaksanakan berdasarkan evolusi dan perkembangan penyakit.
Terapi eksperimental: Berbagai terapi eksperimental telah diusulkan untuk penanganan demensia, seperti terapi anti-amyloid, pembalikan fosforilasi tau berlebih, terapi estrogen, terapi vitamin E, dan terapi radikal bebas. Namun, hasil penelitian ini belum menunjukan manfaat yang signifikan.
- Diet : Tidak ada pertimbangan diet khusus untuk pasien demensia. Kaprilidena (Axona) adalah jenis makanan anjuran yang dimetabolisme menjadi badan keton. Otak dapat menggunakan badan keton ini untuk energi ketika kemampuannya untuk memproses glukosa terganggu. Hasil pencitraan otak pada pasien demensia menunjukan penurunan penyerapan glukosa secara dramatis.
- Aktivitas fisik : Aktivitas fisik dan olahraga rutin dapat berdampak pada perkembangan demensia dan mungkin memiliki efek perlindungan pada kesehatan otak. Aktivitas fisik rutin dan terstruktur dapat membantu untuk mengurangi stres pasien sehubungan dengan makanan, obat-obatan, dan aktivitas terapeutik lainnya yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi kognitif.
- Manajemen Farmakologi : Terapi utama untuk pasien dengan demensia adalah penggunaan penghambat kolinesterase yang bekerja secara sentral untuk mencoba mengkompensasi penipisan asetilkolin di korteks serebral dan hipokampus. Inhibitor kolinesterase digunakan untuk meringankan defisiensi kolinergik.
- Suplemen nutrisi : Suplemen makanan diberikan dengan tujuan untuk mengkompensasi masalah nutrisi tertentu yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi. Caprylidene diindikasikan untuk manajemen diet klinis dari proses metabolisme yang terkait dengan demensia ringan hingga sedang.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian pasien dengan demensia meliputi:
Anamnesa : Anamnesa dan wawancara psikiatri harus berisi deskripsi status mental klien dengan deskripsi menyeluruh tentang perilaku, aliran pemikiran dan ucapan, afek, proses berpikir dan isi mental, sumber sensorium dan intelektual, status kognitif, wawasan, dan penilaian.
Pemantauan Berkelanjutan : Pemantauan dan Penilaian berkelanjutan status psikiatri diperlukan untuk menentukan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan perubahan akut pada status mental, wawancara dengan anggota keluarga harus disertakan dan dapat menjadi penting dalam pengobatan pasien dengan gangguan kognitif.
Intervensi Keperawatan Utama
Tujuan utama perencanaan asuhan keperawatan untuk demensia adalah agar pasien bisa menerima penjelasan tentang interpretasi yang tidak akurat dalam lingkungan. Dengan bantuan dari perawat, pasien akan dapat menginterupsi pemikiran berbasis non-realitas.
Intervensi keperawatan utama pada pasien dengan demensia antara lain :
- Orientasikan Pasien : Sering mengorientasikan pasien pada realitas dan sekitarnya. Biarkan pasien memiliki benda-benda yang familiar di sekitarnya. Gunakan item lain seperti jam, kalender, dan jadwal harian, untuk membantu mempertahankan orientasi realitas.
- Dorong reorientasi pasien : Ajarkan keluarga bagaimana mengorientasikan pasien pada waktu, orang, tempat, dan keadaan, sesuai kebutuhan. Keluarga akan bertanggung jawab atas keselamatan pasien setelah keluar dari rumah sakit.
- Terapkan dengan umpan balik positif : Berikan umpan balik positif ketika pemikiran dan perilaku sesuai, atau ketika pasien mengungkapkan bahwa ide-ide tertentu yang diungkapkan tidak didasarkan pada kenyataan. Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan meningkatkan keinginan untuk mengulangi perilaku yang sesuai.
- Gunakan Bahasa Yang sederhana : Gunakan penjelasan sederhana dan interaksi tatap muka saat berkomunikasi dengan pasien. Berbicara perlahan dan dalam posisi tatap muka paling efektif saat berkomunikasi dengan individu lanjut usia yang mengalami gangguan pendengaran.
- Menghilangkan kecurigaan terhadap orang lain : Ekspresikan keraguan yang masuk akal jika pasien menyampaikan keyakinan yang mencurigakan sebagai respons terhadap pemikiran delusi. Diskusikan dengan pasien potensi efek negatif pribadi dari kecurigaan yang berlanjut terhadap orang lain.
- Amati pasien dengan cermat : Pengamatan dekat terhadap perilaku Pasien diindikasikan jika pemikiran delusi mengungkapkan niat untuk melakukan kekerasan. Keselamatan pasien adalah prioritas keperawatan.
Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki
1. Gangguan Memori b/d Proses penuaan dan gangguan neurologis (Sdki D.0062)
Luaran: Memori Meningkat (Slki L.09079)
- Verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat informasi faktual meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa meningkat
- Verbalisasi pengalaman lupa menurun
Intervensi Keperawatan:
a. Latihan Memori (Siki I.06188)
- Identifikasi masalah memori yang dialami
- Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
- Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
- Rencanakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
- Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakhir diucapkan bila perlu
- Koreksi kesalahan orientasi
- Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu jika perlu
- Fasilitasi tugas pembelajaran
- Fasilitasi kemampuan konsentrasi jika perlu
- Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru
b. Orientasi Realita (Siki I.09297)
- Monitor perubahan orientasi
- Monitor perubahan kognitif dan perilaku
- Perkenalkan nama saat memulai interaksi
- Orientaikan orang, tempat dan waktu
- Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsisten
- Atur stimulus sensorik dan lingkungan
- Berikan waktu istirahat yang cukup sesuai kebutuhan
- Fasilitasi akses informasi misalnya televisi, surat kabar, dan radio
- Anjurkan perawatan diri secara mandiri
2. Gangguan persepsi sensori b/d Usia lanjut (Sdki D.0085)
Luaran: Persepsi sensori Membaik (Slki L.09083)
- Respon sesuai stimulus membaik
- Verbalisasi melihat meningkat
- Verbalisasi pendengaran meningkat
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera perabaan meningkat
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman meningkat
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera pengecapan meningkat
Intervensi Keperawatan: Minimalisasi Rangsangan(Siki I.08241)
- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
- Batasi stimulus lingkungan
- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
- Kombinasikan prosedur tindakan dalam satu waktu sesuai kebutuhan
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus, misalnya mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, dan membatasi kunjungan
- Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur tindakan
3. Risiko Cedera b/d Perubahan Fungsi Kognitif dan Psikomotor (Sdki D.0136)
Luaran : Tingkat Cedera Menurun (Slki L.14136)
- Toleransi aktivitas meningkat
- Kejadian cedera luka / lecet menurun
- Gangguan mobilitas menurun
- Gangguan Kognitif menurun
- Ekspresi wajah kesakitan menurun
- Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan denyut jantung membaik
- Pola istirahat tidur membaik
Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Keselamatan Lingkungan (Siki L.14513)
- Identifikasi kebutuhan keselamatan
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
- Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. Pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
b. Pencegahan Cedera (Siki I.14537)
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cedera serius
- Sediakan alas kaki anti slip
- Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur jika perlu
- Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
- Pastikan bel dan panggilan telepon mudah dijangkau
- Pastikan tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
- Diskusikan mengenai latihan atau terapi fisik yang diperlukan
- Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit sebelum berdiri
4. Defisit Perawatan Diri (Mandi, berpakaian, dan Makan) b/d Gangguan Neuromuskuler (Sdki D.0109)
Luaran: Perawatan diri meningkat (Slki L.11103)
- Kemampuan mandi meningkat
- Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
- Kemampuan makan meningkat
- Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
- Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
- Mempertahankan kebersihan diri
- Mempertahankan kebersihan mulut
Intervensi Keperawatan:
a, Dukungan perawatan diri (Siki I.11348)
- Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan
- Sediakan lingkungan yang terapeutik
- Siapkan keperluan pribadi
- Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
b. Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK (Siki I.11349)
c. Dukungan Perawatan Diri: Berpakaian (Siki I.11350)
d. Dukungan Perawatan Diri: Makan / Minum (Siki I.11351)
e. Dukungan Perawatan Diri:Mandi (Siki I.11352)
5. Gangguan Komunikasi Verbal b/d Gangguan neuromuskuler dan pendengaran (Sdki D.0119)
Luaran : Komunikasi verbal meningkat (Slki L.13118)
- Kemampuan berbicara meningkat
- Kemampuan mendengar meningkat
- Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat
- Kontak mata meningkat
- Respon perilaku membaik
- Pemahaman komunikasi membaik
Intervensi Keperawatan:
a. Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (Siki I.13492)
b. Promosi Komunikasi: Defisit Pendengaran (Siki I.13493)
c. Promosi Komunikasi: Defisit Visual (Siki I.13494)
6. Gangguan mobilitas Fisik b/d gangguan neuromuskular dan gangguan kognitif (Sdki D.0054)
Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (Slki L.05042)
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak (ROM) meningkat
- Nyeri Menurun
- Kecemasan menurun
- Kaku sendi menurun
- Gerakan tidak terkoordinasi menurun
- Gerakan terbatas menurun
- Kelemahan fisik menurun
Intervensi Keperawatan
a. Dukungan Ambulasi (Siki I.06171)
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
b. Dukungan mobilisasi (Siki I.05173)
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
7. Ketidakmampuan koping keluarga (Sdki D.0093)
Luaran : Status Koping Keluarga Membaik (Slki L.09088)
- Kepuasan terhadap perilaku bantuan anggota keluarga lain meningkat
- Perasaan diabaikan menurun
- Kekhawatiran tentang anggota keluarga menurun
- Perilaku mengabaikan anggota keluarga menurun
- Kemampuan memenuhi kebutuhan anggota keluarga meningkat
- Komitmen pada perawatan/pengobatan meningkat
- Komunikasi antara anggota keluarga meningkat
Intervensi Keperawatan:
a. Dukungan Koping Keluarga (Siki I.09260)
- Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini
- Identifikasi beban prognosis secara psikologis
- Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang
- Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
- Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga
- Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
- Diskusikan rencana medis dan perawatan
- Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota keluarga
- Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka Panjang, jika perlu
- Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik nilai
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga (mis: tempat tinggal, makanan, pakaian)
- Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian dan berduka, jika perlu
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien
- Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenangkan pasien dan/atau jika keluarga tidak dapat memberikan perawatan
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
- Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga
- Informasikan kemajuan pasien secara berkala
- Informasikan fasilitas perawatan Kesehatan yang tersedia
- Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
b. Promosi Koping (Siki I.09312)
- Identifikasi kegiatan jangka pendek dan Panjang sesuai tujuan
- Identifikasi kemampuan yang dimiliki
- Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
- Identifikasi pemahaman proses penyakit
- Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
- Identifikasi metode penyelesaian masalah
- Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
- Diskusikan perubahan peran yang dialami
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
- Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan mengevaluasi perilaku sendiri
- Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa bersalah dan rasa malu
- Diskusikan risiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
- Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan
- Berikan pilihan realistis mengenai aspek-aspek tertentu dalam perawatan
- Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
- Tinjau Kembali kemampuan dalam pengambilan keputusan
- Hindari mengambil keputusan saat pasien berada dibawah tekanan
- Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
- Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia
- Damping saat berduka (mis: penyakit kronis, kecacatan)
- Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami pengalaman sama
- Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
- Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
- Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan sama
- Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Anjurkan keluarga terlibat
- Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
- Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
- Latih penggunaan Teknik relaksasi
- Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
Referensi:
- CDC. 2019. About Dementia. U.S Department of Health & Human Services. Centers for Disease Control and Prevention. Diakses: 22 Oktober 2022
- Duong S, Patel T, Chang F. 2017. Dementia: What pharmacists need to know. Can Pharm J (Ott). 7;150(2):118-129. doi: 10.1177/1715163517690745.
- Emmady PD, Tadi P. 2022. Dementia. Treasure Island (FL). StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557444/
- Marianne Belleza RN. 2021. Dementia Nursing Care Management. Nurses Labs
- Shrilekha Deshaies, MSN, RN, CCRN. 2022. Caring For Patients With Dementia And Alzheimer’s. Nurse Journal. Diakses: 23 Oktober 2022.
- PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
- PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
- PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta