Judul Skripsi
Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Tb Paru Dengan Tindakan Pencegahan Penularan Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan
Image from picpedia.org |
Penulis :
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis Paru merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Keberhasilan dalam mengatasi penularan penyakit TB Paru terletak pada tindakan pencegahan penderita dalam melakukan pengobatan TB Paru selama 6 bulan. Salah satu factor yang berperan mendukung tindakan pencegahan penularan penderita adalah pengetahuan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan penderita TB Paru dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Tehnik sampling yang digunakan simple random sampling yaitu lottery technique dengan jumlah responden 42 orang. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner. Setelah ditabulasi data yang ada dianalisis dengan menggunakan uji chy square dengan taraf signifikan 0,05.
Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian didapatkan dari 11 orang (26,2%) yang memiliki pengetahuan baik terdapat 10 orang (23,8%) tindakan baik dan 1 orang (2,4%) tindakan kurang, 9 orang (21,4%) yang memiliki pengetahuan cukup terdapat 4 orang (9,5%) tindakan baik dan 5 orang (11,9%) tindakan kurang, sedangkan 22 orang (52,4%) yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 4 orang (9,5%) tindakan baik dan 18 orang (42,9%) tindakan kurang.Setelah itu, data dianalisis dengan teknik chy square dengan harga chy square hitung sebesar 15,850 sedangkan chy square tabel pada tingkat signifikan 0,05 dan df=2 adalah 5,991. sehingga harga chy square hitung > harga chy square tabel, maka hipotesis diterima.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru. Untuk meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga, perlunya pendidikan kesehatan atau penyuluhan yang maksimal tentang penyakit TB Paru sangatlah penting, untuk Keberhasilan pencegahan penyakit TB Paru pada penderita.
Rangkuman
Tingkat Pengetahuan Penderita Tb Paru
Dari hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan responden penderita sebagian kurang yaitu 24 orang (57,1 %).
Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa umur paling banyak adalah kelompok umur < 30 tahun yaitu sebanyak 13 orang (31,0%), dan umur paling sedikit adalah 51-60 dan > 60 tahun yaitu sebanyak 5 orang (11,9%).
Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan responden penderita berdasarkan umur di Puskesmas Ampenan, ternyata pengetahuan pada kategori kurang lebih didominasi oleh penderita yang berumur < 30 tahun sebanyak 13 orang (31,0%).
Penderita yang memiliki umur < 30 tahun lebih banyak yang mengalami Tb Paru dari pada penderita yang memiliki umur > 30 tahun, dikarenakan pendidikan anak-anak pada usia tersebut sangat rendah yaitu sebagian besar anak-anak tersebut lulusan sekolah dasar.
Hasil penelitian yang dilakukan Pujianta (2009), untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pengetahuan pasien Tb Paru dengan perilaku pencegahan Tb Paru pada anak di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Umur responden yang berobat di puskesmas sawangan, dari 33 responden yang berusia < 15 tahun dan > 50 tahun ada sebanyak 13 responden (39,4%) sedangkan responden yang berusia 15 – 50 tahun ada sebanyak 20 responden (60,6%).
Dari karakteristik diketahui bahwa responden yang berusia 15-50 tahun merupakan persentasi yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa di Indonesia diperkirakan 75% penderita Tb Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI, 2006 dan Depkes RI, 2007).
Dari data terlihat bahwa tingkat pendidikan terbanyak adalah SD yaitu sebanyak 19 orang (45,2%), dan tingkat pendidikan paling sedikit adalah Perguruan tinggi yaitu sebanyak 3 orang (7,1%).
Karena menurunnya pendidikan maka penyerapan informasi tentang kejadian Tb Paru kurang diserap atau diketahui yang disebabkan oleh banyaknya lulusan Sekolah Dasar pada penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan.
Hasil penelitian yang dilakukan Bagas (2010), untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pengetahuan pasien Tb Paru dengan perilaku pencegahan Tb Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sawangan Depok. Menunjukkan bahwa pendidikan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu responden yang tidak sekolah, responden dengan pendidikan SD-SMP dan responden dengan pendidikan SMA-PT. Dikatakan bahwa responden yang tidak sekolah dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 3 responden (18,3%) dan 13 responden (81,3%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah.
Sedangkan responden pendidikan SD-SMP dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 1 responden (12.5%) dan 7 responden (87,5%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah. Responden yang berpendidikan SMA-PT dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 9 responden (100%) dan 0 responden (0%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah.
Dari data terlihat bahwa pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta yaitu sebanyak 12 orang (28,6%), dan pekerjaan paling sedikit adalah Pensiunan yaitu sebanyak 1 orang (2,4%). karena pekerjaan tidak menentu menyebabkan kurangnya perhatian penderita tentang pengetahuan Tb Paru d Puskesmas Ampenan.
Hasil penelitian yang dilakukan Bagas (2010), untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pengetahuan pasien Tb Paru dengan perilaku pencegahan Tb Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sawangan Depok. Responden yang bekerja dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 10 responden (58,8%) dan 7 responden (41,2%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah.
Sedangkan responden yang tidak bekerja dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 3 responden (18,8%) 13 responden (81,3%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah.
Tindakan Pencegahan Penularan
Hasil penelitian menunjukan bahwa tindakan pencegahan penularan terbanyak adalah kurang yaitu sebanyak 24 orang (57,1%), dan tindakan pencegahan penularan paling sedikit adalah baik yaitu sebanyak 18 orang (42,9%).
Hal ini dikarenakan tindakan pencegahan penularan responden berdasarkan tingkat pengetahuan di Puskesmas Ampenan, ternyata tindakan pencegahan penularan pada kategori kurang lebih didominasi oleh penderita yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 22 orang (52,4%).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pencegahan penularan yaitu faktor umur, pendidikan dan pekerjaan.
Faktor umur sangat mempengaruhi tindakan pencegahan penularan pada penderita Tb Paru, dikarenakan umur penderita berbeda-beda maka tindakan dalam melakukan pencegahan penularan Tb Paru pun akan berbeda-beda, faktor pendidikan sangat mempengaruhi tindakan pencegahan penularan pada penderita Tb Paru, dikarenakan pendidikan yang tinggi maka pengetahuannya tinggi pula dan sangat mendominasi dalam setiap tindakan pencegahan penularan yang dilakukan penderita Tb Paru, dan faktor pekerjaan juga sangat mempengaruhi tindakan pencegahan penularan pada penderita Tb Paru, dikarenakan penderita lebih sibuk dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari dan tidak memperhatikan kesehatannya dalam melakukan tindakan pencegahan penularan TB Paru.
Menurut Notoatmodjo (2010) tindakan merupakan kemampuan menggunakan koordinasi otak dan otot, serta mengutamakan keterampilan motorik. Penentu kemampuan keterampilan adalah mampu secara fisik, intelektual dan emosional (Stanhope & Lancater, 2004).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi Directly Observed Treatment, Shorcourse (DOTS), yang juga telah dianut oleh negara kita.
Hasil penelitian yang dilakukan Pujianta (2009), untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pengetahuan pasien Tb Paru dengan perilaku pencegahan Tb Paru pada anak di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Menunjukkan bahwa pengetahuan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu responden dengan tindakan pencegahan baik dan responden dengan tindakan pencegahan buruk. Dikatakan bahwa responden dengan tindakan pencegahan yang baik sebanyak 13 responden (39,4%), sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan yang buruk adalah 22 responden (60,6%).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita TB Paru Dengan Tindakan Pencegahan Penularan
Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan dalam kategori terbanyak dalah kurang yaitu 22 orang (52,4%) dengan tindakan penceghan penularan dalam kategori baik 4 orang (9,5%) dan dalam kategori kurang 18 orang (42,9%).
Dalam hal ini, pengetahuan yang dimiliki oleh penderita berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan Tb Paru sehari-hari meliputi tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain, tidak menutup mulut ketika batuk dan bersin, ventilasi rumah selalu di tutup, membuang dahak di sembarang tempat dan lain-lain.
Dari uji statistik diatas diperoleh nilai p= 0,00 < 0,05 dan nilai chy square = 15,850 dengan df = 2 pada taraf signifikan 5% dan diperoleh chy square tabel = 5,991 sehingga diketahui chy square hitung lebih besar dari chy square tabel (15,850 > 5,991) dan nilai coeficient contingency = 0,523 artinya H0 ditolak dan H1 diterima yaitu ada hubungan tingkat pengetahuan penderita tb paru dengan tindakan pencegahan penularan tb paru.
Berdasarkan survey pengetahuan masyarakat terhadap TB Paru yang dilakukan KUIS di 15 Kabupaten/Kota Tahun 2005 menunjukkan hanya 20% responden yang dapat menyebutkan semua gejala TB Paru dengan benar (Lenny, 2009) Artinya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TB Paru masih dalam kategori rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan Bagas (2010), untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan pengetahuan pasien Tb Paru dengan perilaku pencegahan Tb Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sawangan Depok. Menunjukkan bahwa pengetahuan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu responden dengan tingkat pengetahuan baik dan responden dengan tingkat pengetahuan buruk. Dikatakan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 9 responden (64,3%) dan 5 responden (35,7%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah. Sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan buruk dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 4 responden (21,1%) dan 15 responden (78,9%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,031 berarti p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku mencegah. Maka keputusannya adalah H0 ditolak.