Pola emosi pada remaja awal emosinya seringkali menunjukkan sifat sensitive, reaktif yang kuat, emosi yang bersifat negatif dan temperamental (mudah marah), dan cenderung meledak.
Kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dimana remaja sangat rentang terhadap terjadinya kenakalan dan kekerasan. Tindak kekerasan yang sering dijumpai di sekolah adalah perilaku bullying.
Gambar oleh Azmi Talib dari Pixabay |
Bullying adalah pola perilaku agresif yang melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan dengan tujuan membuat orang lain merasa tidak nyaman, takut, dan sakit hati yang sering dilakukan atas dasar perbedaan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kekerasan terhadap anak secara nasional yaitu DKI Jakarta, Medan, Makassar, NTT, NTB dan Jawa Timur.
Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terjadinya tingkat kekerasan yang dilakukan sesama siswa sebesar 41,2% di tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan 43,7% untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan.
Lokasi yang sering menjadi tempat melakukan bullying diantaranya di koridor, ruang kelas, ruang ganti, ruang ganti di belakang sekolah, toilet, atau di jalan menuju rumah. Kekerasan ini dapat dilakukan pada saat jam pelajaran di kelas, istirahat, jam ekstrakulikuler, orientasi sekolah bagi siswa baru, bahkan ada pula terjadi pada saat study tour.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) yaitu peran teman sebaya sangat berpengaruh terhadap perilaku bullying pada anak usia sekolah saat ini. Bentuk dukungan teman sebaya terhadap berbagai hal yang dilakukan oleh temannya menimbulkan rasa empati dan keakraban serta hubungan emosional yang memungkinkan adanya hubungan kekerasan terhadap teman sebaya mereka yang lain.