Skoliosis adalah kondisi melengkungnya tulang belakang kesamping dan terjadi penyimpangan dari garis vertikal normal tulang belakang. Kelengkungan ini setidaknya 10 ° angulasi tulang belakang pada radiografi posterior-anterior yang terkait dengan rotasi vertebra. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai askep skoliosis mulai dari konsep medik sampai intervensi keperawatan.
Tujuan:
- Memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis skoliosis
- Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan skoliosis
- Memahami masalah keperawatan yang sering muncul pada Askep Skoliosis
- Memahami Intervensi keperawatan pada askep skoliosis
- Melakukan edukasi pada askep skoliosis
Image by https://www.scientificanimations.com/wiki-images/ on wikimedia.org |
Konsep Medik dan Askep Skoliosis
Pendahuluan
Skoliosis adalah deformitas tiga dimensi struktural tulang belakang yang didefinisikan oleh kelengkungan lateral lebih dari 10 derajat. Kurvatur lateral tulang belakang ini bisa ditemukan di segmen tulang belakang toraks, lumbar, atau toracolumbar. Kurva ini bisa cembung ke kanan (lebih umum pada kurva toraks) atau ke kiri (lebih umum pada kurva lumbar).
Sebagai imbangan tulang belakang yang membentuk kurva secara lateral, kurva berkembang untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menandai deformitas. Terjadilah rotasi kolom vertebral di sekitar aksisnya dan kondisi Ini bisa menyebabkan deformitas sangkar rusuk. Skoliosis umumnya berkaitan dengan kifosis dan lordosis.
Pemeriksaan fisik memperlihatkan tinggi bahu, tingkat siku, dan tinggi puncak iliak yang tidak sama. Otot di sisi kecembungan kurva bisa membulat, sedangkan otot di sisi cekung bisa memipih, sehingga menyebabkan otot paraspinal asimetris.
Perkembangan skoliosis berhubungan dengan pertumbuhan dan bisa bersifat struktural atau non-struktural. Skoliosis non struktural dapat disebabkan oleh kondisi seperti gangguan ekstremitas bawah yang mengakibatkan perbedaan panjang tungkai atau displasia pinggul, sindrom defisiensi tungkai dan herniasi diskus pada anak.
Skoliosis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi idiopatik dan sekunder. Skoliosis idiopatik selanjutnya diklasifikasikan menjadi tipe infantil, juvenil dan remaja atau onset awal dan akhir. Skoliosis juga dapat disebabkan oleh kelainan bawaan seperti kondisi neuromuskular, tumor, dan trauma.
Selain berdasarkan penyebab, skoliosis juga bisa diklasifikasikan menurut sisi kejadian menjadi kurva sisi kiri atau kanan.
Epidemiologi
Prevalensi skoliosis di Inggris berdasarkan survei terhadap 10.000 anak di Edinburgh adalah 1,3 per 1000 pada anak yang berusia di bawah 8 tahun dan 1,8/1000 pada usia di atas 8 tahun.
Secara global, di seluruh dunia prevalensi skoliosis adalah sekitar 470-5200 per 100.000 orang. Dimana skoliosis bisa dialami oleh orang dari semua kelompok umur. Skoliosis kongenital berkembang pada usia 0–3 tahun dan memiliki prevalensi 1000 per 100.000 individu. Skoliosis remaja berkembang pada usia 11-18 tahun dan menyumbang sekitar 90% kasus skoliosis idiopatik pada anak-anak.
Skoliosis memiliki prevalensi lebih dari 8000 per 100.000 pada orang dewasa di atas usia 25 tahun dan meningkat menjadi 68.000 per 100.000 individu pada usia di atas 60 tahun, yang disebabkan oleh perubahan degeneratif pada tulang belakang yang menua.
Skoliosis biasanya mempengaruhi individu ras Afrika-Amerika. Wanita lebih sering terkena skoliosis idiopatik daripada pria dengan rasio wanita dan pria kira-kira 1,5-3 banding 1. Sedangkan untuk skoliosis kongenital tidak ada perbedaan prevalensi antara pria dan wanita.
Klasifikasi
Skoliosis Idiopatik
Skoliosis idiopatik merupakan jenis skoliosis dengan etiologi yang tidak diketahui, dan merupakan penyebab paling umum dari skoliosis struktural. Secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga bentuk berdasarkan usia presentasinya, yaitu infantil (usia 0-3 tahun), juvenil (3-10 tahun), dan adolescent (10 tahun lebih). Semakin dini timbulnya skoliosis, semakin besar risiko untuk mengalami gangguan paru dan penyakit paru restriktif.
Skoliosis infantil lebih sering terjadi di Eropa dibandingkan dengan Amerika. Kelengkungan tulang belakang pada sebagian besar kasus skoliosis infantil tidak berkembang dan biasanya muncul dalam 6 bulan pertama kehidupan. Biasanya terjadi pada laki-laki dan dengan arah kelengkungan dada sisi kiri. Sampai saat ini penyebabnya masih belum diketahui atau idiopatik.
Sedangkan skoliosis juvenil didominasi oleh wanita, cenderung melibatkan kurva toraks sisi kanan dan mengakibatkan deformitas yang signifikan, kadang-kadang disertai gangguan pernapasan jika tidak diobati.
Skoliosis idiopatik adolescent adalah jenis skoliosis idiopatik yang paling umum, dengan prevalensi 2-3%. Rasio kejadian pada pria dan wanita relatif sama, namun ada bias bahwa wanita yang lebih dominan untuk kurva yang lebih besar yang memerlukan intervensi medis atau bedah.
Skoliosis Kongenital
Skoliosis kongenital muncul dari anomali vertebra selama perkembangan dalam kandungan dan cenderung muncul dengan onset yang lebih awal, dan biasanya lebih parah daripada skoliosis idiopatik.
Skoliosis kongenital biasanya sporadis, mungkin timbul akibat dari sejumlah proses perkembangan yang gagal, seperti kegagalan formasi vertebral, kegagalan segmentasi vertebral atau kombinasi keduanya.
Dalam beberapa kasus, skoliosis kongenital dapat dikaitkan dengan mielomeningokel tipe terbuka. Tingkat perkembangan kelengkungan bervariasi dan tergantung pada jenis anomali yang ada. Pemantauan ketat, terutama selama fase pertumbuhan atau saat perkembangan sangat penting. Perawatan orthotic umumnya tidak berhasil dan biasanya diperlukan stabilisasi bedah.
Skoliosis Neurogenik
Skoliosis neurogenik dapat muncul sebagai komplikasi sekunder dari setiap penyakit neurologis yang mengarah pada ketergantungan kursi roda. Kondisi seperti cerebral palsy, khususnya dengan sindrom kejang dapat menyebabkan perkembangan skoliosis dini.
Penyebab genetik langka dari skoliosis neurogenik adalah mutasi Roundabout 3 (ROBO3). ROBO3 mengatur navigasi aksonal di garis tengah ventral tabung saraf. Secara klinis, kondisi ini mengarah pada gangguan resesif autosomal yang ditandai dengan skoliosis progresif dan kegagalan saluran akson kortikospinalis serta somatosensori untuk melintasi garis tengah di medula.
Skoliosis Neuromuskular
Skoliosis neuromuskular merupakan perkembangan skoliosis yang timbul sebagai komplikasi sekunder dari penyakit sistem saraf tepi dan otot intrinsik. Perkembangan dan pengelolaan skoliosis yang timbul dari kelompok penyakit ini berbeda dengan skoliosis neurogenik.
Skoliosis neuromuskular merupakan komplikasi perawatan yang sering terjadi pada anak-anak dengan penyakit neuromuskular seperti atrofi otot tulang belakang khususnya tipe 1 dan 2, distrofi otot bawaan, atau miopati yang mengakibatkan ketergantungan pada kursi roda.
Untuk pasien yang tidak pernah berjalan seperti pasien dengan atrofi otot tulang belakang tipe 2, skrining dan manajemen pengembangan skoliosis harus dimulai sedini mungkin dengan melibatkan ahli bedah ortopedi pediatrik untuk memandu manajemen.
Penyebab
- Postur buruk atau ketidakcocockan panjang kedua kaki (skoliosis fungsional)
- Deformitas badan vertebral (skoliosis struktural)
- Kelainan kongenital, misalnya vertebra baji, rusuk atau vertebra tergabung (fusi), atau hemivertebra (skoliosis kongenital)
- Paralisis asimetris pada otot batang tubuh akibat polio, cerebral palsy, atau distrofi muskular (skoliosis paralitik atau muskuloskeletal)
- Diturunkan sebagai sifat dominan autosomal atau multifaktorial (skoliosis idiopatik)
Tanda dan gejala
Biasanya pasien menunjukkan kelainan bentuk tulang belakang atau dinding dada dan punggung asimetri. Penonjolan dinding dada posterior adalah manifestasi paling luar dari kelengkungan tulang belakang.
Pada skoliosis yang lebih signifikan, pada remaja putri terkadang terlihat perbedaan ukuran payudara. Karakteristik tubuh lainnya bisa mencakup bahu yang asimetris dan ketidakseimbangan postur keseluruhan di bidang koronal.
Nyeri punggung juga kadang merupakan keluhan yang sering muncul. Sekitar seperempat pasien dengan skoliosis idiopatik adolescent (AIS) mengalami keluhan nyeri punggung dan kadang nyeri dinding dada posterior pada sisi penonjolan tulang rusuk.
Nyeri punggung bawah sering terjadi pada populasi remaja. Nyeri punggung tanpa cedera yang parah dan terus menerus harus menjadi perhatian dan harus diperiksai minimal pemeriksaan lengkap dan radiografi karena mungkin ada diagnosis yang lebih spesifik.
Gejala lain yang kadang muncul adalah kelemahan, perubahan sensorik, masalah keseimbangan, dan gaya berjalan serta koordinasi.
Pemeriksaan Diagnostik
Sinar-X tulang belakang anterior, superior, dan lateral, yang diambil saat pasien berdiri tegak dan rnembengkokkan badan, menentukan tingkat kelengkungan kurvatur (metode Cobb) dan fleksibilitas tulang belakang.
Skoliometer juga bisa digunakan untuk mengukur sudut rotasi batang tubuh.
Penatalaksanaan
Jika kurang dari 25 derajat, kurva ringan dan bisa dipantau dengan sinar-X tulang belakang dan pemeriksaan tiap 3 bulan. Program latihan yang meliputi kemiringan pelvis, hiperekstensi tulang belakang, push-up, dan latihan bernapas bisa memperkuat otot torso dan mencegah perkembangan kurva. Pengangkat tumit juga bisa membantu.
Kurva sebesar 25 sampai 39 derajat membutuhkan manajemen dengan latihan tulang belakang dan penyangga. (Stimulasi saraf listrik transkutaneus bisa digunakan sebagai alternatif.)
Penyangga menghambat perkembangan di sebagian besar kasus namun tidak mengembalikan kurvatur yang telah terbentuk. Alat semacam ini memperkuat tulang belakang pasien secara pasif dengan memberikan tekanan asimetris terhadap kulit, otot, dan rusuk. Penyangga bisa disesuaikan saat pasien tumbuh dan bisa dipakai sampai pertumbuhan tulang selesai.
Kurva sebesar 40 derajat atau lebih membutuhkan pembedahan (fusi tulang belakang dengan instrumentasi) karena kurva lateral tetap berkembang sebesar 1 derajat per tahun, walaupun pasien telah mengalarni maturitas skeletal.
Pembedahan mengoreksi kurvatur lateral dengan fusi tulang belakang dan stabilisasi internal dengan batang Harrington atau alat fiksasi lainnya. Batang pemisah (distraksi) di sisi cekung kurva akan "mendongkrak" tulang belakang ke posisi lurus dan membelat secara internal.
Prosedur alternatif yang disebut fusi tulang belakang dengan instrumentasi bisa mengoreksi kurvatur dengan penjepret vertebral dan kabel penstabil anterior. Beberapa fusi tulang belakang bisa membutuhkan postoperatif dengan bantuan penyangga.
Setelah operasi pemeriksaan periodik dibutuhkan selama beberapa bulan untuk mentantau stabilitas koreksi.
Asuhan Keperawatan
Ingat bahwa skoliosis menyerang banyak remaja, yang mungkin aktivitasnya akan menjadi terbatas dan mungkin akan tertekan karena menjalani penanganan dengan alat ortopedik. Beri dukungan emosional, lakukan perawatan kulit dan gips secara saksama, dan beri pengajaran pada pasien.
Jika pasien memerlukan penyangga
Dapatkan bantaun dari terapis fisik, pekerja sosial, dan ortotis (spesialis alat ortopedik). Sebelum pasien pulang, jelaskan apa yang akan dilakukan penyangga dan bagaimana merawatnya (bagaimana memeriksa kekencangan sekrup dan beri bantalan pada penopang tubuh agar pasien tidak memakai pakaian terlalu banyak). Anjurkan pasien mengenakan pakaian longgar dan kebesaran agar ia merasa lebih nyaman.
Minta pasien memakai penyangga selama 23 jam per hari dan mengambilnya hanya saat mandi dan latihan. Minta pasien berbaring dan beristirahat beberapa kali sehari saat ia masih menyesuaikan diri dengan penyangga.
Agar kulit tidak rusak, minta pasien tidak mengoleskan losion, salep, atau bedak di area kontak antara penyangga dengan kulit. Daripada itu, anjurkan ia mengoleskan alkohol atau tingtur gosok berupa benzoin untuk memperkuat kulit. Minta pasien menjaga kekeringan dan kebersihan kulit dan rnengenakan kaus yang nyaman di bawah penyangga.
Sarankan pasien meningkatkan aktivitasnya secara bertahap dan menghindari olah raga berat. Tekankan pentingnya menjalani latihan yang diberikan secara bersungguh-sungguh. Rekomendasikan berenang selama ia tidak mengenakan penyangga dalam waktu 1 jam, tetapi larang keras ia untuk menyelam.
Minta pasien memutar seluruh badannya, bukan hanya kepala, saat ia menengok ke samping. Agar semakin memudahkan membaca, sarankan ia menahan bacaanya lurus ke depan daripada ke bawah Jika terbukti sulit dilakukan, anjurkan pasien memakai kaca mata prisma sebagai alternatif.
Jika pasien memerlukan traksi atau gips sebelum pembedahan
Jelaskan prosedur-prosedur tersebut pada pasien dan ketuarganya. Ingat bahwa penggunaan gips tubuh bisa menyebabkan trauma karena dilakukan di kerangka khusus dan kepala dan wajah pasien tertutup saat ia menjalani prosedur.
Periksa kulit di sekitar pinggiran gips setiap hari. Jaga agar gips tetap bersih dan kering dan pinggiran gips "diberi daun bunga" (diberi bantalan). Ingatkan pasien untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam gips atau membiarkan apa pun berada di dalamnya dan segera melapor jika ada bunyi retak dalam gips, nyeri, rasa terbakar, kulit rusak, mati rasa, atau bau.
Sebelum pembedahan, yakinkan pasien dan keluarganya bahwa nyeri yang didapatnya setelah pembedahan akan cukup terkontrol. Periksa sensasi, gerakan, warna, dan suplai darah di semua ekstremitas untuk mendeteksi defisit neurovaskular, yang merupakan komplikasi serius yang mengikuti pembedahan tulang belakang.
Setelah pembedahan korektif
- Periksa status neurovaskular tiap 2 sampai 4 jam selama 48 jam pertama dan setelahnya beberapa kali per hari. Seringkali lakukan logroll pada pasien.
- Ukur asupan, output, dan gravitasi spesifik urin untuk memantau efek hilangnya darah, yang umumnya substansial.
- Pantau distensi abdominal dan bunyi usus.
- Dorong pasien melakukan latihan bernapas-dalam untuk menghindari komplikasi pulmoner.
- Beri analgesik seperlunya, terutama sebelum pasien melakukan aktivitas.
- Bantu pasien melakukan latihan jangkauan pergerakan (range of motion ROM) aktif pada lengan untuk membantu menjaga kekuatan otot. ingat bahwa latihan apa pun bisa membantu, walaupun hanya menyikat rambut atau gigi.
- Dorong pasien melakukan latihan membentuk kuadrisep, memompa betis, dan ROM aktif pada pergelangan kaki dan kaki bawah.
- Lihat adakah kerusakan kulit dan tanda sindrom gips, misalnya muntah, tekanan abdominal, dan nyeri abdominal samar. Ajari pasien cara mengenali tanda-tanda tersebut.
- Lepaskan stoking antiembolisme selama setidaknya 30 menit tiap hari.
- Beri dukungan emosional untuk membantu mencegah depresi, yang bisa disebabkan oleh perubahan citra tubuh dan imobilitas.
- Jika pasien pulang dengan masih mengenakan batang harrington dan gips dan harus bersitirahat di ranjang, susun jadwal kunjungan pekerja sosial dan perawat untuk melakukan perawatan di rumah pasien. Sebelum pulang pastikan pasien memahami pembatasan aktivitas.
- Jika Anda bekerja di sekolah, lakukan screening rutin pada anak-anak untuk mendeteksi skoliosis saat pemeriksaan fisik.
Referensi:
Haleem, S., & Nnadi, C. 2018. Scoliosis: a review. Paediatrics and Child Health, 28(5), 209–217. doi:10.1016/j.paed.2018.03.007
Janicki, J. A., & Alman, B. 2007. Scoliosis: Review of diagnosis and treatment. Paediatrics & Child Health, 12(9), 771–776. doi:10.1093/pch/12.9.771
Marianne Belleza RN. 2021. Scoliosis. Nurse Labs. https://nurseslabs.com/scoliosis/
Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks
Sproule, D. M. 2014. Scoliosis. Encyclopedia of the Neurological Sciences, 112–114. doi:10.1016/b978-0-12-385157-4.00643-6