Urtikaria, juga dikenal sebagai hives adalah penyakit yang sangat umum yang ditandai dengan plak eritematosa, edema dan gatal yang melibatkan kulit dan selaput lendir. Urtikaria berkaitan dengan pelepasan histamin akibat adanya stimulus fisik eksternal atau bisa juga idiopatik. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai askep urtikaria mulai dari konsep medik sampia intervensi keperawatan yang bisa dilakukan.
Tujuan
- Memahami gambaran umum, klasifikasi, penyebab, dan tanda gejala yang muncul pada pasien urtikaria
- Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pada urtikaria
- Mengidentifikasi masalah keperawatan yang sering muncul pada askep urtikaria
- Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep urtikaria
- Melakukan edukasi pasien dan keluarga pada askep urtikaria
Image by Verysmallkisses on wikimedia.org |
Konsep Medik dan Askep Urtikaria
Pendahuluan
Urtikaria adalah gangguan umum yang sering terjadi individu yang ditandai dengan eritema (kemerahan) epidermal, rekuren, pruritus (gatal), wheals dengan pucat, dan pembengkakan yang dapat muncul di seluruh bagian tubuh.
Ukuran urtikaria dapat berkisar dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan seringkali bersifat sementara, sembuh sendiri dalam waktu sekitar 24 jam tanpa jaringan parut. Namun beberapa lesi urtikaria dapat bertahan hingga 48 jam. Sekitar 40% pasien urtikaria juga mengalami angioedema.
Sel mast adalah sel efektor utama pada urtikaria dan dalam banyak kasus angioedema. Sel-sel ini tersebar luas di kulit, mukosa, dan area tubuh lainnya, dan memiliki reseptor imunoglobulin E (IgE) berafinitas tinggi.
Degranulasi sel mast menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi dengan cepat, seperti histamin, leukotrien dan prostaglandin, yang pada gilirannya menyebabkan vasodilatasi dan kebocoran plasma di dalam dan di bawah kulit.
Terdapat juga sekresi sitokin inflamasi yang lebih lambat misalnya, tumr nekrosis factor, interleukin-4 dan interleukin-5 yang berpotensi menyebabkan respons inflamasi lebih lanjut dan lesi yang bertahan lebih lama.
Urtikaria umumnya diklasifikasikan menjadi akut atau kronis, tergantung pada durasi gejala dan ada atau tidaknya rangsangan yang menginduksi. Urtikaria akut mengacu pada urtikaria dengan atau tanpa angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu. Sedangkan Urtikaria kronis didefinisikan sebagai urtikaria dengan atau tanpa angioedema yang berlangsung terus menerus atau intermiten selama minimal 6 minggu.
Urtikaria kronis dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi urtikaria spontan kronis (CSU) dan urtikaria yang dapat diinduksi. Urtikaria kronis yang diinduksi merupakan subkelompok yang berbeda dari urtikaria kronis yang disebabkan oleh rangsangan fisik, seperti menggaruk, dingin, panas, sinar matahari, getaran dan tekanan.
Meskipun urtikaria akut umumnya dapat dengan mudah dikelola dan dikaitkan dengan prognosis yang baik, urtikaria kronis dan parah sering dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan dan penurunan kualitas hidup. Urtikaria yang dapat diinduksi juga cenderung lebih parah dan bertahan lama, dan terkadang sulit untuk diobati.
Klasifikasi dan Penyebab
Urtikaria Akut
Penyebab paling umum dari urtikaria akut dengan atau tanpa angioedema adalah obat-obatan, makanan, infeksi virus, stres, infeksi parasit, racun serangga, dan alergen kontak seperti lateks.
Obat-obatan yang diketahui sering menyebabkan urtikaria dengan atau tanpa angioedema antara lain antibiotik terutama beta laktam dan sulfonamid, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), asam asetilsalisilat (ASA), opiat, dan narkotika.
Makanan utama yang menyebabkan urtikaria adalah susu, telur, kacang kacangan, ikan, dan kerang.
Urtikaria akut harus dibedakan dari anafilaksis yang memiliki pemicu serupa seperti makanan, obat-obatan, dan sengatan serangga, namun pendekatan pengobatannya akan berbeda.
Pada sekitar 50% pasien dengan urtikaria akut, penyebabnya tidak diketahui dan kondisi ini disebut sebagai urtikaria spontan akut (ASU). Hingga 36% pasien dengan ASU dapat berkembang menjadi urtikaria kronis spontan (CSU).
Urtikaria Kronis
Prevalensi urtikaria kronis diperkirakan 0,5-5% dan lebih sering terjadi pada orang dewasa, dengan usia puncak onset antara 20 dan 40 tahun, serta lebih sering menyerang wanita daripada pria.
Pada urtikaria kronis spontan (CSU), pemicu eksternal biasanya tidak dapat diidentifikasi. Pada sekitar 45% dari pasien ini, autoantibodi imunoglobulin G (IgG) yang bersirkulasi mengenali antibodi IgE atau subunit alfa dari reseptor IgE afinitas tinggi pada sel mast dermal dan basofil, yang menyebabkan stimulasi kronis sel-sel ini dan pelepasan histamin dan lainnya.
Pada sekitar 27% kasus, urtikaria kronis spontan dikaitkan dengan antibodi antitiroiddan beberapa gangguan autoimun lainnya seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik (SLE), dermatomiositis, polymyositis, sindrom Sjogren, dan penyakit Still.
Investigasi untuk kondisi ini tidak diperlukan kecuali ada tanda yang jelas pada evaluasi klinis. Berbagai infeksi kronis juga telah dilaporkan terkait dengan urtikaria kronis seperti virus hepatitis B dan C, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks, infeksi Helicobacter pylori, dan infeksi parasit cacing.
Urtikaria induksi
Urtikaria yang dapat diinduksi atau dipicu oleh stimulus fisik, yang paling umum adalah dermatografisme, di mana lesi muncul pada kulit akibat menggosok atau menggaruk kulit. Sering muncul pada area tekanan akibat pakaian seperti pinggang setelah mengenakan celana ketat dan area pergelangan kaki atau betis yang bersentuhan dengan kaus kaki.
Urtikaria kolinergik juga sering terjadi dan diakibatkan oleh peningkatan suhu tubuh basal yang terjadi setelah aktivitas fisik atau paparan panas. Rangsangan fisik lain yang dapat memicu urtikaria antara lain paparan dingin (cold-induced urticaria), sinar ultraviolet (solar urticaria), air (aquagenic urticaria), getaran dan olahraga.
Lesi yang dihasilkan oleh rangsangan fisik ini biasanya terlokalisasi pada daerah yang distimulasi dan biasanya sembuh dalam waktu kurang lebih 2 jam. Namun, beberapa pasien mungkin mengalami urtikaria tekanan tertunda, yang seperti namanya muncul secara perlahan yaitu 30 menit - 12 jam setelah terkena tekanan dan dapat berlangsung beberapa jam atau bahkan berhari-hari.
Patofisiologi
Urtikaria merupakan hasil dari pelepasan histamin, bradikinin, leukotrien C4, prostaglandin D2, dan zat vasoaktif lainnya dari sel mast dan basofil di dermis. Zat ini menyebabkan ekstravasasi cairan ke dalam dermis, menyebabkan lesi urtikaria.
Rasa gatal yang hebat pada urtikaria adalah akibat dari pelepasan histamin ke dalam dermis. Histamin adalah ligan untuk dua reseptor terikat membran, reseptor H1 dan H2, yang terdapat pada banyak jenis sel. Aktivasi reseptor histamin H1 pada endotel dan sel otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Aktivasi reseptor histamin H2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula.
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respons alergi IgE tipe I diprakarsai oleh kompleks imun IgE yang diperantarai antigen yang mengikat dan mengikat reseptor Fc pada permukaan sel mast dan basofil, sehingga menyebabkan degranulasi dengan pelepasan histamin.
Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel T sitotoksik, menyebabkan deposit imunoglobulin, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III dikaitkan dengan lupus eritematosus sistemik dan penyakit autoimun lain yang menyebabkan urtikaria. Beberapa bukti menunjukkan kadar vitamin D memiliki korelasi terbalik dengan tingkat keparahan urtikaria kronis.
Urtikaria yang diperantarai komplemen termasuk infeksi virus dan bakteri, serum sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika zat alergen dalam plasma produk darah yang disumbangkan bereaksi dengan antibodi IgE yang sudah ada sebelumnya pada penerima.
Obat-obatan tertentu seperti opioid, vecuronium, suksinilkolin, vankomisin, dan lain-lain serta agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui mekanisme yang tidak diperantarai IgE.
Urtikaria dari obat antiinflamasi nonsteroid mungkin diperantarai IgE atau karena degranulasi sel mast, dan mungkin ada reaktivitas silang yang signifikan antara obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam menyebabkan urtikaria dan anafilaksis.
Urtikaria fisik di mana beberapa stimulus fisik menyebabkan urtikaria termasuk urtikaria tekanan langsung, urtikaria tekanan tertunda, urtikaria dingin, dan urtikaria kolinergik. Untuk beberapa urtikaria, terutama urtikaria kronis, tidak ada penyebab yang dapat ditemukan dan disebut urtikaria idiopatik, meskipun sebagian besar adalah urtikaria autoimun kronis seperti yang didefinisikan oleh tes kulit serum autologus positif (ASST).
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis urtikaria dengan atau tanpa angioedema, ditegakan terutama berdasarkan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pemeriksaan penunjang diagnostik juga dapat dipertimbangkan untuk membantu memastikan diagnosis urtikaria akut, kronis atau induksi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus mencakup informasi rinci mengenai :
- Frekuensi, waktu, durasi dan pola kekambuhan lesi
- Bentuk, ukuran, lokasi dan distribusi lesi
- Pemicu potensial misalnya makanan, obat-obatan, rangsangan fisik, infeksi, sengatan serangga, dan kejadian stres
- Respon terhadap terapi sebelumnya yang digunakan
- Riwayat atopi pribadi atau keluarga
Banyak kondisi dapat dengan mudahbisa menjadi perancu identifikasi urtikaria, terutama vaskulitis urtikaria dan mastositosis sistemik, untuk kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis banding urtikaria.
Pada vaskulitis urtikaria, lesi biasanya lebih bersifat nyeri daripada gatal, berlangsung lebih dari 48 jam, dan meninggalkan memar atau perubahan warna pada kulit.
Mastositosis sistemik yang juga disebut penyakit sel mast sistemik adalah kondisi langka yang melibatkan organ dalam, selain kulit. Pada kelainan ini, sel mast atipikal berkumpul di berbagai jaringan yang dapat mempengaruhi hati, limpa, kelenjar getah bening, sumsum tulang dan organ lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
Tes tusuk kulit (SPT) dan tes IgE spesifik serum dapat membantu memastikan diagnosis urtikaria akut akibat reaksi alergi atau yang dimediasi IgE (tipe I) terhadap alergen makanan umum, hipersensitivitas lateks, hipersensitivitas serangga, dan antibiotik tertentu.
Tes dan penilaian diagnostik tertentu dapat membantu dalam diagnosis dan diagnosis banding Urtikaria kronis Spontan (CSU) seperti hitung darah lengkap (CBC), dan tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) atau protein C-reaktif (CRP) sebagai penanda peradangan.
Adanya autoantibodi tiroid mendukung proses autoimun pada urtikaria kronis spontan. Jika ditemui gambaran atipikal maka biopsi kulit, penilaian triptase serum dan tingkat komplemen, dan elektroforesis protein serum harus dipertimbangkan.
Tes serum autologus kulit (ASST) dilakukan dengan injeksi intradermal serum pasien sendiri yang dikumpulkan saat pasien bergejala ke dalam area kulit yang tidak terdampak. Reaksi wheal dan flare yang positif dianggap sebagai indikasi dari autoantibodi yang bersirkulasi ke reseptor IgE afinitas tinggi atau ke IgE.
Namun perlu dicatat bahwa ASST tidak banyak digunakan dalam praktik klinis karena mungkin tidak spesifik untuk urtikaria kronis spontan.
Karena basofil juga terlibat dalam urtikaria kronis, tes aktivasi basofil dengan kuantifikasi aktivasi basofil menggunakan flow cytometry mungkin berguna untuk skrining bentuk penyakit autoimun. Namun, penelitian konfirmasi lebih lanjut diperlukan sebelum tes ini diterima secara luas sebagai alat diagnostik.
Pengujian paparan stimulus menggunakan zat yang dicurigai sebagai alergendengan pengawasan, sering diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis urtikaria yang dapat diinduksi.
Urtikaria yang disebabkan oleh dingin biasanya dapat dikonfirmasi dengan menggunakan tes es batu, yaitu menempatkan es batu dalam kantong plastik tertutup di atas lengan selama 5-10 menit.
Dermatographism dapat dikonfirmasikan dengan mengusap kulit atau dengan menggunakan alat standar seperti dermographometer.
Urtikaria aquagenic dapat diidentifikasi dengan merendam bagian tubuh ke dalam air hangat atau melalui aplikasi kompres hangat.
Pengujian mandi air panas dapat membantu mengidentifikasi urtikaria kolinergik. Penerapan beban dan tekanan pada paha atau bahu pasien sangat membantu dalam diagnosis urtikaria tekanan lambat atau tertunda.
Penatalaksanaan
Strategi untuk pengelolaan urtikaria akut termasuk tindakan penghindaran, antihistamin dan kortikosteroid. Antihistamin adalah terapi utama, sedangkan kortikosteroid dan berbagai terapi imunomodulator/imunosupresif juga dapat digunakan untuk kasus yang lebih parah, atau untuk pasien yang mengalami respons yang buruk terhadap antihistamin.
Untuk beberapa pasien dengan urtikaria akut dimana pemicu spesifik dapat diidentifikasi seperti makanan, obat-obatan, racun serangga, dan lateks, dianjurkan untuk menghindari faktor penyebab tersebut secara disiplin. Pasien-pasien ini harus diberitahu bahwa paparan tidak hanya dapat menyebabkan urtikaria akut tetapi juga anafilaksis.
Untuk pasien dengan urtikaria kronis sponta, NSAID, alkohol atau opiat harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi secara signifikan.
Asuhan Keperawatan
Intervensi Keperawatan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas jika pasien mengalami reaksi alergis parah.
- Pantau tanda vital, detak dan ritme kardiak, dan kedalaman dan kualitas respiratorik pasien.
- Beri medikasi dan pantau efek merugikan yang timbul.
- Posisikan pasien sehingga ia merasa nyaman.
- Riwayat pasien yang akurat bisa membantu menentukan penyebab urtikaria. Riwayat ini seharusnya meliputi:
- Riwayat obat, termasuk yang dibeli dari apotik tanpa resep (vitamin, aspirin, dan antasida)
- Makanan yang sering dicerna (stroberi, produk susu, dan ikan)
- Pengaruh lingkungan (binatang piaraan, karpet, pakaian, sabun, inhalan, kosmetik, pewarna rambut, dan gigitan dan sengatan serangga).
- Bersikaplah suportif selama terapi alergi obat. Beri pengertian dan informasi mengenai prosedur itu.
- Beri pengetahuan pada pasien mengenai cara menghindari alergen dengan tepat.
Referensi:
Hendry K Wong MD. 2020. Urticaria. Med Scape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/762917-overview
Kanani, A., Betschel, S. D., & Warrington, R. 2018. Urticaria and angioedema. Allergy, asthma, and clinical immunology : official journal of the Canadian Society of Allergy and Clinical Immunology, 14(Suppl 2), 59. https://doi.org/10.1186/s13223-018-0288-z
Kayiran, M. A., & Akdeniz, N. 2019. Diagnosis and treatment of urticaria in primary care. Northern clinics of Istanbul, 6(1), 93–99. https://doi.org/10.14744/nci.2018.75010
Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
Schaefer P. 2017. Acute and Chronic Urticaria: Evaluation and Treatment. Am Fam Physician. Jun 1;95(11):717-724. PMID: 28671445.