Kanker ovarium adalah tumor ganas pada salah satu atau kedua ovarium, yang dapat dimulai di salah satu dari tiga jenis sel yang ditemukan di ovarium yaitu sel epitel, sel germinal, dan sel stroma. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan Askep Ca ovarium mulai dari gambaran umum penyakit sampai dengan intervensi keperawatan yang bisa dilakukan.
Tujuan
- Memahami gambaran umum penyakit Ca Ovarium dari epidemiologi, penyebab, patofisiologi, serta tanda gejala yang muncul
- Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan medik yang dilakukan pada pasien dengan Ca Ovarium
- Mengidentifikasi masalah keperawatan yang sering muncul pada askep ca ovarium
- Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep ca ovarium
- Melakukan edukasi pasien pada askep Ca Ovarium
Image by Cancer Research UK on wikimedia.org |
Konsep Medik dan Askep Ca Ovarium
Pendahuluan
Lesi Ca ovarium termasuk lesi primer yang timbul dari struktur normal di dalam ovarium dan lesi sekunder dari kanker yang timbul di tempat lain di tubuh. Lesi primer meliputi karsinoma ovarium epitelial yaitu sekitar 70% dari semua keganasan ovarium, tumor sel germinal, tumor sel stroma, dan jenis lain yang lebih jarang terjadi. Metastasis kanker di tempat lain ke ovarium relatif sering terjadi, paling umum berasal dari endometrium, payudara, usus besar, lambung, dan leher rahim.
Meskipun banyak jenis histologis ca ovarium telah dijelaskan, lebih dari 90% keganasan ovarium adalah tumor epitel. Dan banyak dari kasus ini sebenarnya berasal dari saluran tuba.
Kanker ovarium merupakan penyebab paling umum kematian akibat kanker dari tumor ginekologi. Di seluruh dunia, lebih dari 200.000 wanita diperkirakan terkena kanker ovarium setiap tahun dan sekitar 100.000 meninggal karena penyakit tersebut. Risiko seumur hidup seorang wanita mengembangkan ca ovarium epitel adalah 1 dari 70.
Pada tahap awal biasanya kanker ovarium hanya menimbulkan gejala yang minimal, tidak spesifik, atau tanpa gejala. Oleh karena itu, kebanyakan kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Prognosis pada kanker ovarium berkaitan erat dengan stadium saat diagnosis. Dengan demikian, secara keseluruhan, prognosis untuk pasien secara umum tetap buruk.
Tingkat kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan awal telah diamati. Sebagian besar kasus yang berulang kurang dapat disembuhkan dan diketahui memiliki peningkatan insiden kegagalan pengobatan.
Oleh karena itu, strategi pencegahan dan deteksi yang efektif serta modalitas pengobatan baru berdasarkan pemahaman yang lebih baik tentang karakterisasi molekuler kanker ini adalah kebutuhan saat ini.
Ovarium
Ovarium adalah bagian dari sistem reproduksi wanita berupa dua organ kecil berbentuk anggur. Posisi ovarium berada di bagian bawah perut yaitu dalam rongga panggul. Terdapat satu ovarium di setiap sisi uterus (rahim), dekat dengan ujung saluran tuba.
Secara histologis, setiap ovarium terdiri dari:
- Sel epitel : ditemukan di bagian luar ovarium dalam lapisan yang dikenal sebagai epitel
- Sel germinal (germ cell) : ditemukan di dalam ovarium, sel-sel ini akhirnya matang menjadi telur (ovum)
- Sel stroma: membentuk jaringan ikat (pendukung) di dalam ovarium, dan menghasilkan hormon wanita estrogen dan progesteron.
Setiap bulan, ovarium melepaskan sel telur (ovum) dalam proses yang disebut ovulasi. Telur berjalan menuruni tuba falopi ke dalam rahim (uterus). Jika sel telur dibuahi oleh sperma,zigot akan menanamkan dirinya ke dalam lapisan rahim dan tumbuh menjadi bayi. Jika sel telur tidak dibuahi oleh sperma, lapisan tersebut akan luruh dan mengalir keluar dari tubuh yang dikenal dengan istilah haid (menstruasi).
Estrogen dan progesteron menyebabkan ovulasi dan menstruasi. Seiring bertambahnya usia seorang wanita, ovarium secara bertahap menghasilkan lebih sedikit hormon ini. Ketika kadar estrogen dan progesteron turun pada tingkat yang rendah, menstruasi seorang wanita akan menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Hal inilah yang dikenal dengan istilah menopause, dan ovarium secara anatomi juga menjadi lebih kecil.
Penyebab
Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui, tetapi beberapa risiko dan faktor yang berkontribusi telah diidentifikasi. Farktor resiko tersebut yaitu:
Faktor reproduksi
Paritas merupakan faktor risiko yang penting. Risiko kanker ovarium epitel meningkat pada wanita yang belum memiliki anak dan mungkin mereka yang mengalami menarche dini atau menopause terlambat.
Wanita yang telah hamil memiliki 50% penurunan risiko terkena kanker ovarium dibandingkan dengan wanita nulipara. Demikian juga dengan kehamilan ganda diidentifikasi memiliki resiko yang lebih rendah lagi. Penggunaan kontrasepsi oral menurunkan risiko kanker ovarium secara signifikan.
Faktor-faktor diatas mendukung teori bahwa risiko kanker ovarium terkait dengan ovulasi. Dua teori tentang hubungan ini yaitu teori ovulasi dan teori gonadotropin.
Teori ovulasi yang terus-menerus menunjukkan bahwa trauma epitel ovarium berulang yang disebabkan oleh ruptur folikel dan perbaikan epitel pada tahap selanjutnya menghasilkan perubahan genetik di dalam epitel permukaan.
Sedangkan teori gonadotropin memiliki hipotesa bahwa stimulasi terus-menerus ovarium oleh gonadotropin, ditambah dengan efek lokal hormon endogen, meningkatkan proliferasi epitel permukaan dan aktivitas mitosis berikutnya.
Dengan demikian, kemungkinan kanker ovarium mungkin terkait dengan jumlah siklus ovulasi, dan kondisi yang menekan siklus ovulasi mungkin memainkan peran protektif. Penekanan ovulasi telah terbukti menurunkan insiden kanker.
Faktor genetik
Riwayat keluarga memainkan peran penting dalam risiko berkembangnya kanker ovarium. Risiko untuk mengembangkan kanker ovarium adalah 1,6% pada populasi umum. Resiko ini meningkat menjadi 4-5% ketika terdapat 1 anggota keluarga tingkat pertama terkena Ca ovarium, dan meningkat lagi menjadi 7% ketika 2 kerabat pernah mengalami Ca Ovarium.
Dari 5-10% kasus kanker ovarium terjadi pada individu dengan riwayat penyakit dalam keluarga. Hanya sebagian kecil dari pasien ini yang memiliki kelainan genetik bawaan, dan risiko kejadian ini meningkat seiring peningkatan riwayat keluarga. Kanker ovarium epitelial herediter terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan kanker ovarium epitelial nonherediter, tetapi prognosisnya mungkin agak lebih baik.
Analisis genom terintegrasi oleh Cancer Genome Atlas Research Network telah mengungkapkan kanker ovarium ditandai dengan mutasi TP53 di hampir semua tumor. Temuan ini juga mencakup prevalensi mutasi somatik berulang secara statistik pada gen. Analisis mengungkapkan rekombinasi homolog yang rusak pada sekitar setengah dari semua tumor, dan bahwa pensinyalan NOTCH dan FOXM1 terlibat dalam patofisiologi kanker ovarium serosa.
Setidaknya terdapat dua sindrom kanker ovarium herediter diidentifikasi melibatkan salah satu kelainan gen yang terkait dengan kanker payudara, BRCA1 dan BRCA2, atau gen dalam kompleks sindrom Lynch II. Sindrom kanker payudara atau ovarium dikaitkan dengan dominan autosomal yang bisa diwarisi dari salah satu orang tua.
Sebagian besar kasus terkait dengan mutasi gen BRCA1 yang merupakan gen penekan tumor penghambat pertumbuhan sel ketika berfungsi dengan baik. Pewarisan alel mutan BRCA1 menyebabkan peningkatan risiko yang cukup besar untuk mengembangkan kanker ovarium.
Sekitar 1 orang dalam 4000 populasi umum membawa mutasi BRCA1. Beberapa populasi memiliki tingkat mutasi BRCA1 dan BRCA2 yang jauh lebih tinggi, terutama Yahudi Ashkenazi.
Dalam keluarga dengan 2 kerabat tingkat pertama yaitu ibu, saudara perempuan, atau anak perempuan dengan kanker ovarium epitel pramenopause, kemungkinan seorang kerabat perempuan memiliki gen BRCA1 atau BRCA2 yang terkena adalah sekitar 40%.
Demikian juga dengan wanita yang pernah mengalami riwayat kanker payudara memiliki peningkatan risiko kanker ovarium epitel.
Terapi hormon
Sebuah penelitian kohort prospektif selama 10 tahun di Denmark pada wanita yang berusia 50-79 tahun menyimpulkan bahwa risiko kanker ovarium meningkat dengan terapi hormon, terlepas dari durasi penggunaan, formulasi, dosis estrogen, rejimen, jenis progestin, dan rute pemberian.
Pengguna hormon saat ini memiliki rasio tingkat kejadian untuk semua kanker ovarium sebesar 1,38 dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menggunakan terapi hormon.
Faktor lain
Terdapat bukti bahwa peningkatan indeks massa tubuh (BMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium. Sebuah penelitian di Denmark menemukan bahwa ukuran di masa kanak-kanak juga dapat mempengaruhi risiko, dengan peningkatan risiko kanker ovarium secara keseluruhan pada anak perempuan yang kelebihan berat badan pada usia 7 dan 13 tahun, dibandingkan dengan anak perempuan berukuran rata-rata pada usia tersebut.
Endometriosis juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium. Hubungan ini lebih kuat dengan subtipe histologis nonserosa, khususnya karsinoma sel bening dan endometrioid.
Penggunaan bedak pada vulva dan perineum dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium epitel. Konsumsi laktosa yang tinggi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium, tetapi bukti yang menghubungkan laktosa dan produk susu tertentu dengan kanker ovarium belum di teliti.
Menurut sebuah penelitian, wanita yang mengalami enam atau lebih gejala gangguan stres pasca trauma (PTSD) memiliki risiko dua kali lipat lebih besar terkena kanker ovarium dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah memiliki gejala PTSD.
Patofisiologi
Secara historis, sebagian besar teori patofisiologi Ca ovarium dimulai dengan diferensiasi sel-sel ovarium diamana selama ovulasi, sel-sel ini berplloriferasi dalam ovarium. Namun, bukti baru menunjukkan bahwa sebagian besar tumor ini sebenarnya berasal dari fimbria tuba fallopi.
Kanker ovarium biasanya menyebar ke permukaan peritoneum dan omentum. Penyebaran dapat terjadi melalui perluasan lokal, invasi limfatik, implantasi intraperitoneal, penyebaran hematogen, atau jalur transdiaphragmatic.
Penyebaran intraperitoneal adalah karakteristik yang paling umum dan dikenal dari Ca ovarium. Sel-sel ganas dapat berimplantasi di mana saja di rongga peritoneum tetapi lebih mungkin untuk berimplantasi di tempat-tempat stasis di sepanjang sirkulasi cairan peritoneum.
Mekanisme penyebaran ini mewakili alasan untuk melakukan staging bedah, bedah debulking, dan pemberian kemoterapi intraperitoneal. Sebaliknya, penyebaran hematogen secara klinis tidak biasa pada awal proses penyakit, meskipun tidak jarang pada pasien dengan penyakit lanjut.
Tumor epitel mewakili histologi yang paling umum yaitu sekitar 90% dari Ca ovarium. Histologi lainnya yaitu:
- Tumor stroma
- Tumor sel germinal
- Karsinoma peritoneum primer
- Tumor metastatik ovarium
Ca ovarium epitelial diduga timbul dari epitel yang menutupi fimbria tuba fallopi atau ovarium, yang keduanya berasal dari epitel selom pada perkembangan janin. Epitel selom ini juga terlibat dalam pembentukan saluran mullerian, dari mana tuba falopi, rahim, leher rahim, dan vagina bagian atas berkembang.
Empat subtipe histologis utama, yang mirip dengan karsinoma, muncul pada lapisan epitel serviks, uterus, dan tuba fallopi, yaitu:
- Serosa (dari tuba fallopi)
- Endometrioid (endometrium)
- Sekret (leher rahim)
- Sel Bening (mesonefros)
Beberapa variasi diamati dalam pola penyebaran dan distribusi penyakit dalam berbagai subtipe histologis.
Tumor epitel ditemukan sebagai lesi kistik parsial dengan komponen padat. Permukaannya bisa halus atau tertutup tonjolan papiler, dan kista mengandung cairan mulai dari warna jerami hingga coklat buram atau hemoragik.
Pada tahap awal, Kanker ovarium epitel paling sering menyebar di dalam rongga peritoneum. Penyakit metastasis sering ditemukan pada permukaan peritoneum, terutama pada permukaan bawah diafragma, talang parakolik, dan kandung kemih. Area umum lainnya adalah permukaan hati, mesenterium dan serosa dari usus besar dan kecil, omentum, uterus, dan Kelenjar getah bening para-aorta dan panggul.
Di luar rongga peritoneum, kanker ovarium epitelial dapat menyebar ke rongga pleura, paru-paru, dan kelenjar getah bening selangkangan. Adanya efusi pleura tidak serta merta menunjukkan penyakit pada dada, dan keganasan hanya dapat didiagnosis secara sitologi.
Tumor musinosa cenderung membentuk massa dominan yang besar, sedangkan tumor serosa papiler memiliki distribusi yang lebih difus dan lebih sering bilateral. Varian endometrioid dan sel bening lebih sering menunjukkan invasi lokal, penyakit retroperitoneal, dan metastasis hati.
Karsinoma intraepitel serosa atau invasif awal telah ditemukan pada hingga 10% tuba fallopi dari pembawa mutasi BRCA yang telah menjalani salpingo-ooforektomi bilateral profilaksis. penelitian klinis, molekuler, dan genetik, serta model in vitro dan hewan, juga telah mendukung asal tuba untuk karsinoma ovarium serosa derajat tinggi.
Temuan tersebut telah mendorong saran bahwa pencegahan kanker ovarium pada wanita tertentu yang berisiko tinggi dapat dilakukan lebih baik dengan salpingektomi. Sebuah penelitian yang membandingkan salpingo-ooforektomi pengurang risiko standar dengan kombinasi salpingektomi pengurangan risiko dini dan ooforektomi tertunda pada pembawa BRCA.
Tanda dan gejala
Kanker ovarium muncul dengan berbagai gejala yang tidak jelas dan tidak spesifik seperti kembung, distensi atau ketidaknyamanan perut, efek tekanan pada kandung kemih dan rektum, konstipasi, perdarahan vagina, gangguan pencernaan dan refluks asam, sesak napas, kelelahan, penurunan berat badan, dan cepat kenyang. Pasien mungkin merasakan massa di perut.
Gejala yang secara independen terkait dengan adanya kanker ovarium adalah nyeri panggul dan perut, peningkatan ukuran perut, kembung dan kesulitan makan atau merasa kenyang.
Gejala lain yang bisa muncuk teramasuk juga gejala gastrointestinal (GI) seperti mual dan muntah, sembelit, diare, atau gangguan pencernaan lainnya dikaitkan dengan penyakit stadium lanjut.
Temuan pemeriksaan fisik jarang didapatkan pada pasien pada stadium awal. Sedangkan pada stadium lanjut, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain: Massa ovarium atau panggul, asites, Efusi pleura dan massa perut atau obstruksi usus
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor seperti CA-125, beta-human chorionic gonadotropin, alpha-fetoprotein, lactate dehydrogenase yang benar-benar spesifik. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan pengujian imunohistokimia diagnostik dalam hubungannya dengan temuan morfologis dan klinis.
Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari nyeri perut atau panggul, seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
Pemeriksaan Radiologis
- Ultrasonografi panggul
- Pemindaian computed tomography (CT) panggul dan perut
- Pemeriksaan MRI panggul dan perut, Meningkatkan spesifisitas pencitraan ketika temuan USG masih meragukan
- Radiografi dada untuk mengidentifikasi metastasis paru-paru
- Mammografi untuk wanita yang berusia lebih dari 40 tahun, karena Ca ovarium dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Demikian juga sebaliknya, kanker payudara dapat bermetastasis ke ovarium dan seringkali bilateral
- Pada pasien dengan karsinomatosis difus dengan gejala gastrointestinal, pemeriksaan saluran GI dapat diindikasikan, seperti Endoskopi, Barium enema, dan pemeriksaan GI bagian atas.
Aspirasi Jarum Halus
Aspirasi jarum halus (FNA) atau biopsi perkutan dari massa adneksa tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin, karena dapat menunda diagnosis dan pengobatan kanker ovarium.
Sebaliknya, jika ada bukti klinis kanker ovarium, pasien harus menjalani evaluasi laparoskopi atau laparotomi, berdasarkan presentasi, untuk diagnosis dan staging. FNA atau parasentesis diagnostik harus dilakukan pada pasien dengan karsinomatosis difus atau asites tanpa massa ovarium yang jelas.
Penatalaksanaan
Standar penatalaksanaan untuk wanita dengan Ca ovarium mencakup operasi debulking agresif dan kemoterapi. Tujuan dari operasi sitoreduktif adalah untuk mengkonfirmasi diagnosis, menentukan luasnya penyakit, dan reseksi semua tumor yang terlihat.
Pembedahan
Jenis prosedur tergantung pada apakah penyakit terlihat di luar ovarium atau tidak. Bila tidak ada penyakit yang terlihat di luar ovarium, atau tidak ada lesi lebih dari 2 cm di luar panggul, pasien memerlukan bedah formal termasuk sitologi peritoneal, biopsi peritoneum multipel, omentektomi, pengambilan sampel kelenjar getah bening panggul, dan biopsi peritoneum diafragma.
Jika ditemukan penyakit yang terlihat, dialkukan debulking bedah yang agresif dengan maksud untuk menghilangkan semua penyakit yang terlihat. Jika ahli bedah menentukan bahwa debulking yang optimal tidak mungkin dilakukan, maka kemoterapi neoadjuvant harus dipertimbangkan.
Untuk pasien dengan penyakit stadium IV, pembedahan harus dilakukan secara individual berdasarkan presentasi. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan pada wanita dengan Ca ovarium antara lain Bedah sitoreduktif, debulking interval, bedah laparoskopi dan pembedahan sekunder.
Kemoterapi
Kemoterapi pascaoperasi diindikasikan pada semua pasien dengan kanker ovarium, kecuali mereka yang memiliki penyakit stadium I bedah-patologis dengan karakteristik risiko rendah.
Kemoterapi standar pascaoperasi untuk kanker ovarium adalah terapi kombinasi dengan senyawa platinum dan taxane seperti carboplatin dan paclitaxel.
Agen tambahan untuk penyakit berulang antara lain Doksorubisin liposomal, Etoposida, Topotecan, Gemcitabine, Vinorelbine, Ifosfamid, Fluorourasil, Melphalan, Altretamin, Bevacizumab, Olaparib, Niraparib, rucaparib dan Pazopanib.
Obat-obatan tambahan mencakup Agen sitoprotektif seperti mesna, dan Antiemetik seperti ondansetron, granisetron, dan palonosetron.
Asuhan Keperawatan
Intervensi Keperawatan Pre Op
- Secara menyeluruh, jelaskan semua uji preoperatif, perkiraan rangkaian penanganan, dan prosedur pembedahan dan postoperatif.
- Pada wanita premenopause, jelaskan bahwa ooforektomi bilateral secara artifisial memicu menopause dini, jadi mereka mungkin akan mengalami rasa panas mendadak di kulit (hot flash), sakit kepala, palpitasi, insomnia, depresi, dan perspirasi berlebihan.
Intervensi Keperawatan Post Op
- Seringkali pantaulah tanda vital dan pertahankan cairan I.V. sesuai perintah. Pantau asupan dan output pasien.
- Periksa pembalut secara teratur untuk melihat adakah drainase atau pendarahan, dan juga tanda infeksi.
- Beri penopang abdomen, dan lihat adakah distensi abdominal.
- Minta pasien batuk dan bernafas dalam.
- Seringkali posisikan ulang tubuh pasien, dan dorong ia segera berjalan setelah pembedahan.
- Pantau dan tangani reaksi merugikan apa pun akibat radiasi dan kemoterapi.
- Jika pasien menjalani imunoterapi, lihat apakah ia menunjukkan gejala mirip-flu yang bisa berlangsung selama 12 sampai 24 jam setelah pemberian obat. Beri aspirin atau asetaminofen untuk demam. Jaga agar pasien terselimuti dengan baik, dan beri cairan hangat untuk mengatasi kedinginan. Beri antiemetik bila perlu.
- Minta bantuan dari pekerja sosial, pemuka agama khusus, dan anggota lain dari tim perawatan kesehatan untuk memberi perawatan suportif tambahan.
Referensi:
- Arora T, Mullangi S, Lekkala MR. 2022. Ovarian Cancer. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567760/
- Matulonis, U. A., Sood, A. K., Fallowfield, L., Howitt, B. E., Sehouli, J., & Karlan, B. Y. 2016. Ovarian cancer. Nature reviews. Disease primers, 2, 16061. https://doi.org/10.1038/nrdp.2016.61
- Andrew E Green, MD. 2021. Ovarian Cancer. Med Scape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/255771-overview
- Cancer Council Victoria. N.D. Ovarian Cancer. https://www.cancervic.org.au/cancer-information/types-of-cancer/ovarian_cancer/ovarian-cancer-overview.html
- Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.