Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause.
Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi, namun seorang wanita dikatakan telah mengalami menopause setelah dia tidak mengalami menstruasi minimal selama 12 bulan.
Semakin sedikit folikel berkembang, semakin kurang pembentukan hormon di ovarium, yaitu hormon progesteron dan estrogen. Haid akan menjadi tidak teratur hingga akhirnya endometrium akan kehilangan rangsangan hormon estrogen. Lambat laun haid pun berhenti yang disebut proses menopause.
Usia wanita menopause terbanyak adalah umur 45-54 tahun (73,1%) dengan usia rata-rata yaitu 50 tahun. Menopause mulai pada umur 50-51 tahun dengan usia menopause yang relatif sama antara di Indonesia maupun negara-negara Barat dan Asia yaitu sekitar 50 tahun.
Perempuan biasanya mengalami menopause pada usia 40-58 tahun, dengan usia rata-rata menjadi 51 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia rata-rata menopause adalah 50 tahun.
Menopause dan Terapi Sulih Hormon
Fisiologi Menopause
Pada usia 40-50 tahun, siklus menstruasi biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali.
Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause.
Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium. Sepanjang kehidupan seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum berdegenerasi.
Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol.
Ketika produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol.
Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun sebelum periode menstruasi terakhir.
Sebelum menopause, estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol. Namun selama masa pramenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron, yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh.
Kadar testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama pramenopause. Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari kebanyakan wanita mengeluarkan testosteron lebih banyak daripada indung telur pramenopause.
Kadar estradiol serum pada wanita pasca menopause sekitar 10-20pg/mL dan sebagian besar merupakan hasil konversi estron, yang diperoleh dari konversi perifer androstenedion. Kadar estrogen pada wanita menopause sangat bergantung dari konversi androstenedion dan testosteron menjadi estrogen.
Sebuah penelitian di Australia menemukan bahwa kadar testosteron dalam sirkulasi tidak berubah sejak 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah menopause. Androstenedion adalah androgen utama yang dikeluarkan oleh folikel yang sedang berkembang.
Dengan terhentinya perkembangan folikuler pada wanita pascamenopause, kadar androstenedion turun 50%. Setelah menopause, hanya 20% androstenedion yang disekresi oleh ovarium.
Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) terutama dihasilkan oleh kelenjar adrenal (<25% oleh ovarium). Dengan penuaan, produksi DHEA turun 60% dan DHEAS turun 80%.
Berat badan memiliki korelasi yang positif dengan kadar estron dan estradiol di sirkulasi dengan adanya konversi androstenedion menjadi estrogen, namun dengan penuaan, kontribusi adrenal sebagai prekursor produksi estrogen menjadi tidak adekuat.
Keluhan dan Gejala Menopause
Begitu tidak mendapat haid lagi sebagai akibat kekurangan estrogen, maka wanita akan mulai merasakan berbagai macam keluhan.
Perlu diketahui pula, bahwa terdapat sekitar 30% wanita meskipun haidnya teratur tetapi telah mulai merasakan keluhan-keluhan seperti wanita menopause, sebagai akibat dari berkurangnya kadar hormon estrogen di dalam tubuh.
Keluhan-keluhan yang terjadi pada wanita pra-menopause, menopause maupun pasca-menopause umumnya disebabkan karena rendahnya atau kekurangan hormon estrogen, meskipun perlu juga diingat bahwa beberapa keluhan yang sama dapat pula disebabkan karena penyakit yang lain.
Keluhan-keluhan yang timbul dapat dibagi menjadi keluhan-keluhan jangka pendek dan keluhan-keluhan jangka panjang.
Keluhan jangka pendek dapat muncul begitu siklus haid menjadi tidak teratur, namun kebanyakan baru muncul begitu wanita tersebut tidak haid setelah 6 bulan atau lebih, sedangkan keluhan jangka panjang baru akan muncul atau terlihat setelah kurang lebih 10 tahun pasca-menopause.
Keluhan-keluhan yang mungkin dirasakan oleh wanita menopause antara lain adalah:
- Gejala vasomotor seperti : gejolak panas, muka berwarna kemerahan yang disertai dengan keringat banyak terutama pada malam hari, sulit tidur, jantung berdebar-debar, sakit kepala)
- gejala psikologis : sering timbul rasa takut, gelisah, lekas marah, mudah tersinggung, pelupa, tidak dapat berkonsentrasi, libido menurun, hilang kepercayaan diri, perasaan tertekan, kurang kemauan
- Gejala urogenital : sering buang air kecil pada malam hari dan nyeri pada waktu buang air kecil, nyeri sanggama, keputihan dan sering haus
- Gangguan pada kulit : kulit kering, rambut rontok, kuku rapuh, gatal-gatal di daerah kemaluan
- Gangguan pada mata : keratokonjungtivitis sika dan kadar kolesterol meningkat.
Dalam jangka panjang, masalah yang sering dihadapi dan mendapat perhatian dari para ahli maupun pemerintah di negara-negara maju pada wanita pasca-menopause adalah osteoporosis, penyakit jantung koroner (PJK) serta penyakit Alzheimer.
Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause
Setelah mengetahui keluhan-keluhan tersebut di atas, maka timbul pertanyaan bagaimana seorang wanita menopause/ pasca-menopause menghadapi keluhan-keluhan tersebut.
Karena masalah kesehatan yang timbul pada wanita menopause/ pasca-menopause disebabkan kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya pun adalah dengan pemberian hormon pengganti estrogen, yang dikenal dengan istilah Terapi Pengganti Estrogen atau Estrogen Replacement Therapy (ERT).
Karena pemberian estrogen ini biasanya dikombinasikan dengan pemberian hormon progesteron, maka dikenal istilah Terapi Pengganti Hormon (TPH) atau Terapi Sulih Hormon (TSH) atau Hormone Replacement Therapy (HRT).
Menopause merupakan peristiwa normal dan alamiah yang pasti dialami setiap wanita dan kejadiannya tidak dapat dicegah sama sekali, dan pemberian terapi sulih hormon tidak ditujukan untuk mencegah terjadinya menopause, melainkan hanya ditujukan untuk mencegah dampak kesehatan akibat menopause tersebut, baik keluhan jangka pendek maupun jangka panjang.
Prinsip Terapi Hormonal pada wanita Menopause
Hormon yang diberikan adalah hormon estrogen (E), akan tetapi pemberiannya selalu harus dikombinasikan dengan progesteron (P).
Pemberian progesteron antara lain bertujuan untuk mencegah kanker endometrium, sedangkan pemberian progesteron untuk pencegahan kanker payudara masih diperdebatkan, sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian progesteron tetap dilakukan meskipun uterusnya telah diangkat.
Beberapa penelitian pada hewan percobaan dan manusia telah membuktikan bahwa progesteron memiliki khasiat antimitotik. Yang paling banyak dianjurkan adalah penggunaan estrogen dan progesteron alamiah, dan selalu dimulai dengan dosis yang rendah serta lebih dianjurkan pemberian secara per oral.
Keunggulan dari estrogen alamiah adalah: jarang menimbulkan mual dan muntah, tidak mengganggu faktor pembekuan darah, tidak mempengaruhi enzim di hati dan efeknya terhadap tekanan darah sangat minimal karena tidak meningkatkan renin dan aldosteron.
Progesteron alamiah mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan progesteron sintetik, yaitu: sifat antiandrogenik (jarang menimbulkan sifat-sifat virilisasi), tidak perlu diaktifkan terlebih dahulu di hati, dan tidak menurunkan kadar HDL .
Estrogen sintetik dapat meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan sistem renin-aldosteron-angiotensinogen, sedangkan progesteron sintetik (turunan noretisteron) dapat mempengaruhi High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) serum serta menghambat khasiat positif dari estrogen terhadap pembentukan HDL. Seperti telah diketahui, bahwa penurunan kadar HDL serum akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK).
Cara pemberian yang sangat efektif adalah secara oral. Keuntungan pemberian cara oral adalah dapat menstimulasi metabolisme kolesterol HDL di hati dan faktor-faktor tertentu di hati yang dapat membentuk metabolisme kalsium, sehingga sangat baik digunakan untuk mencegah kekeroposan tulang dan perkapuran dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Bila tidak dapat diberikan terapi sulih hormon (TSH) secara oral, misalnya timbul mual, muntah atau lainnya, maka dapat dipikirkan pemberian cara lain, yaitu estrogen transdermal berupa plester dengan dosis 25 - 50 ug/hari.
Selain itu dapat juga diberikan estrogen dalam bentuk krem, yang sangat baik untuk mengatasi keluhan berupa atrofi epitel vagina (dispareunia). Kedua cara pemberian tersebut (transdermal dan krem) perlu juga disertai dengan pemberian progesteron.
Beberapa kontraindikasi yang harus diketahui sebelum pemberian Terapi Sulih Hormon dimulai antara lain adalah: hipertensi kronik (telah dimulai sebelum menopause), obesitas, varises yang berat, menderita penyakit kelenjar tiroid atau sedang dalam perawatan, menderita atau dengan riwayat penyakit hati yang berat, hasil pap smear abnormal, kanker payudara dan gangguan fungsi ginjal.
Kontraindikasi yang begitu banyak sebenarnya berlaku untuk pemberian pil kontrasepsi, karena pil kontrasepsi mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik, sedangkan terapi sulih hormon menggunakan hormon alamiah.
Beberapa kontraindikasi seperti: diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koronoer, stroke merupakan kontraindikasi untuk pil kontrasepsi, namun bukan merupakan kontraindikasi untuk pemberian terapi sulih hormon.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada tahun 1997 telah membuat kesepakatan bahwa untuk pencegahan keluhan jangka panjang perlu diberikan TSH sedini mungkin, yaitu 1-2 tahun setelah masa menopause, meskipun wanita tersebut belum mengalami keluhan apapun.
Keluhan-keluhan yang timbul akibat kekurangan estrogen pada umumnya baru akan menghilang setelah pengobatan berlangsung selama 18 - 24 bulan.
Mengenai berapa lama TSH dapat diberikan, masih terjadi silang pendapat, namun kebanyakan ahli menganjurkan penggunaannya selama 10 - 20 tahun, atau selama wanita tersebut masih merasa nyaman dan ingin terus menggunakannya.
Selama pemberiannya dikombinasikan dengan progesteron, maka tidak perlu takut dengan keganasan. Jarang dijumpai penyembuhan dalam waktu singkat.
Bila setelah beberapa bulan pengobatan keluhan tidak juga hilang meskipun dosis telah dinaikkan, maka perlu dicari faktor-faktor lain yang mungkin terjadi bersamaan dengan keluhan klimakterik.
Manfaat Pemberian Terapi Hormon
1. Efek Perlindungan Terhadap Penyakit Jantung Koroner
Di negara industri, penyebab kematian terbanyak pada wanita usia > 50 tahun adalah PJK. Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita - Jakarta, dalam periode 1994-1995, dari 118 wanita yang dirawat karena infark miokard akut (IMA), terdapat 105 orang (89%) di antaranya adalah wanita usia meno-/pascamenopause.
Dari banyak penelitian epidemiologis terbukti bahwa pemberian TSH dapat mengurangi infark miokard sampai 70%. Pada 30 penelitian observasi yang pernah dilakukan pada wanita pasca-menopause terbukti bahwa estrogen dapat mengurangi risiko terkena PJK sampai 50%.
Pada wanita yang telah terbukti penyumbatan arteria koronaria ternyata dengan pemberian estrogen ditemukan penurunan kelainan pada arteri koronaria sampai 87%. Estrogen dapat memiliki khasiat protektif tehadap jantung karena Estrogen memicu produksi zat anti agregasi, prostasiklin dan endothelin dari sel-sel endothelial pembuluh darah.
Prostasiklin sebagai vasodilator sedangkan endothelin sebagai zat relaksasi otot pembuluh darah. Pada wanita pascamenopause dijumpai penurunan produksi prostasiklin oleh arteri uterina sebanyak 75%. Pada pemberian 17-beta estradiol dapat dijumpai peningkatan prostasiklin.
Estrogen dapat meningkatkan aliran darah ke jantung (khasiat inotropik) Estrogen mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada sirkulasi lemak dan fraksi lipoprotein, terutama penurunan dari kolesterol total dan LDL (Low Density Lipoprotein) dapat meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) serum.
Estrogen memiliki khasiat sebagai antagonis kalsium seperti halnya nifedipine dan nicardipine. Estrogen memperbaiki metabolisme glukosa perifer dengan adanya penurunan kadar sirkulasi insulin dan memiliki aktivitas antioksidan.
2. Efek Pencegahan Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang dan mikroarsitektur jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas serta kecenderungan untuk mengalami fraktur.
Osteoporosis sering ditemukan pada lansia berusia 75 – 78 tahun dan pada golongan ini frekuensinya pada wanita dua kali lebih banyak dibandingan pria. Secara kumulatif, wanita selama hidupnya akan mengalami kehilangan 40-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20-30% saja. Maka tampaklah bahwa wanita lebih berisiko terhadap terjadinya osteoporosis dan patah tulang.
Patah tulang pada wanita lanjut terbanyak disebabkan oleh osteoporosis; dan dalam usia menjelang 70 tahun, hampir 40% wanita mengalami patah tulang. Selain itu, osteoporosis juga menimbulkan nyeri pada tulang.
Dengan menurunnya kadar estrogen, maka proses pematangan sel tulang (osteoblas) akan terhambat, dan dua faktor yang berperan dalam proses ini, yaitu vitamin D dan PTH (parathyroid hormone) juga menurun, sehingga dimulailah proses berkurangnya kadar mineral tulang.
Pemberian TSH akan meningkatkan aktivitas osteoblas dan mencegah osteoporosis lebih lanjut. Wanita yang menggunakan TSH selama 5 tahun dan segera setelah menopause dapat mengurangi risiko patah tulang belakang dan tulang pinggul hingga 50%.
Dianjurkan untuk memberikan TSH dikombinasikan dengan kalsium 1 - 2 mg/hari dan olahraga yang baik dan teratur untuk meningkatkan kadar mineral tulang sebagai “bahan mentah” untuk pembentukan tulang.
Efek Samping Dan Penanganan
Efek samping yang muncul pada pemberian terapi sulih hormon umumnya disebabkan oleh dosis estrogen atau progesteron yang tidak tepat, baik karena dosis yang terlalu “tinggi” atau mungkin juga karena dosis yang kurang atau terlalu rendah. Beerapa efek samping yang bisa muncul antara lain:
1. Nyeri payudara.
Hal ini disebabkan estrogen yang tinggi, sehingga dosis estrogen yang diberikan perlu diturunkan, meskipun dapat juga disebabkan oleh dosis progesteron yang tinggi (jarang).
2. Peningkatan berat badan.
Hal ini dapat disebabkan oleh retensi cairan. Oleh karena estrogen dapat menyebabkan retensi cairan, maka dosis pemberiannya perlu diturunkan.
3. Perdarahan bercak (spotting).
Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen yang rendah, sehingga dosis pemberian estrogen perlu dinaikkan; atau dapat juga disebabkan oleh dosis progesteron yang tinggi, maka dosis pemberian progesteron perlu diturunkan.
4. Perdarahan banyak (atipik).
Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen yang tinggi, sehingga dosis estrogen perlu diturunkan sedangkan dosis progesteron dinaikkan. Bila dengan cara ini tetap saja terjadi perdarahan banyak, dianjurkan untuk dilakukan dilatasi & kuretase.
Bila hasis pemeriksaan patologi anatomik (PA) menunjukkan hiperplasia adenomatosa, dianjurkan untuk histerektomi, atau bila pasien menolak histerektomi, maka terapi diteruskan dengan pemberian progesteron saja (tanpa estrogen), dan dilakukan mikrokuret tiap 3 bulan.
Bila hasil PA menunjukkan hiperplasia kistik, terapi sulih hormon dapat diteruskan ddengan dosis progesteron yang lebih tinggi (misalnya estrogen 0,625 mg dan progesteron 10 mg/hari dan pasien dianjurkan untuk mikrokuret tiap 3 bulan.
5. Sakit kepala (migren) dan keputihan.
Hal ini disebabkan oleh estrogen yang terlalu tinggi, sehingga dosis pemberiannya perlu dikurangi.
6. Pruritus berat.
Hal ini disebabkan karena efek estrogen, sehingga pemberian estrogen sebaiknya dihentikan dan hanya diberikan progesteron saja.
Pengamatan Lanjutan (Follow-up)
Setelah diberikan terapi hormon, maka 1 bulan kemudian pasien diminta untuk datang kembali dengan tujuan untuk melihat apakah ada efek samping yang terjadi, atau apakah dosis yang diberikan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila tidak ada masalah, maka pasien dianjurkan untuk kembali setiap 3 - 6 bulan.
Setiap kali datang diukur tekanan darah, ditimbang, dilakukan perabaan payudara, pap smear dan pemeriksaan laboratorium kima darah seperti pada saat pertama datang, dan pemeriksaan ultrasonografi genitalia interna.
Setiap 12 bulan dilakukan pemeriksaan USG dan densitometer tulang, dan setiap 3 tahun dilakukan pemeriksaan payudara dengan USG dan mammografi. Perhatian khusus dan pengawasan lebih ketat perlu diberikan kepada wanita pengguna terapi hormon yang keluarganya menderita kanker payudara.