Ada pepatah mengatakan bahwa cinta itu “dari mata turun ke hati”. Mungkin ada benarnya juga, tergantung dari sudut mana kita melihat. Namun dalam kaca mata fisiologi, munculnya cinta lebih banyak di sebabkan oleh stimulasi hormon didalam tubuh. Sedangkan mata atau pandangan adalah pencetus gejolak hormon-hormon cinta ini.
Biasanya perasaan mulai mencintai lawan jenis akan muncul setelah mengalami pubertas, hal ini karenakan mulai aktifnya pusat orientasi reproduksi di otak tengah. Pusat orientasi ini disebut Bed Striae Terminal Central Division (BSTC), terletak di hipotalamus dalam otak bagian tengah.
Photo by Sok bopha on wikimedia.org |
Menurut Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, Perasaan cinta dan keinginan terhadap lawan jenisakan muncul begitu saja begitu lonceng faali kelenjar endokrin penghasil hormon mulai bekerja.
Pada usia 11-12 tahun hormon seperti testosteron pada laki-laki, estrogen dan progesteron pada perempuan, yang diikuti oleh peningkatan beberapa hormon lain akan mempengaruhi perasaan, fikiran dan perilaku individu. Dan saat itulah mulainya tahapan ketertarikan dan munculnya cinta terhadap lawan jenis muncul.
Rangsangan hormon hormon tersebut membuat laki-laki menjadi lebih agresif terhadap perempuan dan perempuan juga tertarik kepada laki-laki. Namun, antara laki-laki dan perempuan terdapat sedikit perbedaan dalam ketertarikan terhadap lawan jenis.
Laki-laki biasanya tertarik dan jatuh cinta karena alasan libido, makanya jangan heran jika hal pertama yang di lihat laki-laki untuk menyukai perempuan adalah bentuk tubuh, paras wajah, dan aspek fisik lainnya.
Berbeda dengan perempuan biasanya lebih tertarik karena keinginan membina hubungan, mendapatkan perlindungan, perhatian, dan memanfaatkan waktu untuk selalu bersama. Memang ada juga pertimbangan aspek fisik, tapi biasanya itu bukan hal yang utama bagi perempuan.
Jenis Hormon - Hormon Cinta
Berikut ini beberapa hormon yang terlibat dan efeknya terhadap perasaan, fikiran, dan perilaku seseorang ketika mengalami jatuh cinta atau ada yang mengistilahkan sebagai hormon cinta
1. Hormon Adrenalin
Merupakan hormon yang bekerja terutama saat pengalaman pertama jatuh cinta . biasanya ditandai dengan meningkatnya denyut jantung, munculnya rasa berdebar saat bertemu dengan pujaan hati, rasa gemuruh, nafas memburu, bicara gugup, berkeringat dingin dan mulut menjadi kering.
2. Feniletilalanin
Jenis hormon cinta yang kedua adalah feniletalanin. Suatu bahan yang juga terdapat dalam coklat, biasanya ikut keluar bersama adrenalin. Efeknya sebagai anti depresi. Bersama sama dengan endorfin menimbulkan perasaan gembira, hilangnya rasa sakit dan kenikmatan. Membuat seseorang yang merasakan jatuh cinta cenderung mengalami perbaikan mood.
Bahkan lucunya, dicubit saja oleh orang yang di sukai, bukannya marah tapi senang walaupun dicubit itu sejatinya sakit.
3. Dopamin
Hormon cinta selanjutnya adalah dopamin. Dopamin merupakan neurotransmitter yang bekerja menimbulkan rasa nikmat yang intens. Bahkan pengaruhnya terhadap otak menyerupai kokain, ditandai dengan energi bertambah, tidak butuh makan atau tidur, serta konsentrasi bertambah.
Hal ini menyebabkan semua menjadi tampak indah dan menyenangkan bahkan untuk setiap benda atau peristiwa kecil sekalipun.
Dopamin adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan orang dalam situasi euforia, craving, bahkan ketagihan atau adiksi.
Dopamin inilah yang bertanggung jawab terhadap munculnya rasa rindu, ingin bertemu kembali berulang-ulang, bahkan munculnya rasa gembira saat bisa berduaan walaupun sekedar jalan berpanas panas di siang hari saat pulang sekolah.
4. Serotonin
Merupakan hormon yang dapat menjelaskan mengapa ketika seseorang jatuh cinta orang yang kita sukai selalu ada dalam pikiran. Seperti dalam lagunya Evie Tamala “Mau makan...teringat dirimu...mau mandi...teringat dirimu...Mau apa saja teringat dirimu...Kekasihku”.
Jangan heran jika seseorang jatuh cinta keadaannya mirip pasien kelainan jiwa OCD (Obsessive Commpilsive Disorder). Dia merasa memiliki kekuatan besar untuk mendaki gunung atau menyebrangi lautan hanya untuk bisa bertemu si dia.
5. Oksitosin
Merupakan hormon yang diproduksi oleh laki-laki dan perempuan dan berperan sebagai lem perekat. Jika hubungan semakin dekat, atau ikatan semakin dalam, maka kadar oksitosin akan meningkat.
Oksitosin juga dilepaskan selama persalinan dan membuat hubungan ibu dan bayi sangat erat. Oksitosin juga yang menstimulasi keluarnya Air Susu Ibu secara otomatis ketika puting susu di isap, bahkan ketika memandang si bayi atau mendengar tangisannya.
Jika dilakukan pemblokiran terhadap produksi oksitosin pada hewan coba seperti tikus, maka sang induk akan menolak anak-anaknya.
Sebaliknya jika suntikan oksitosin diberikan kepada rusa betina yang belum pernah berhubungan, menyebabkan si rusa mengendus-endus anak anjing dan melindungi seolah-olah bagian dari mereka sendiri.
6. Vasopresin
Hormon cinta yang terakhir adalah vasopresin. Vasopresin adalah hormon lain yang amat penting dalam tahapan komitmen pasangan jangka panjang, bahkan ada yang menyebutnya “Hormon Kesetiaan”.
Tikus Prairie yang hidup di padang rumput memiliki pola berpasangan yang mirip dengan manusia, yaitu monogami. Tikus jantan sangat bertanggung jawab melindungi pasangannya.
Jika tikus jantannya diberikan obat yang menekan efek vasopressin, ikatan dengan pasangannya menjadi memburuk dan tikus jantan tidak mau lagi melindungi betinanya dari serangan ataupun dari tikus jantan lain yang akan mengawininya.
Jadi, vasopressin adalah hormon yang memicu sikap sebagai pelindung, hormon kesetiaan dan perhatian terhadap pasangan.
Akhir Kata
Munculnya rasa cinta terhadap lawan jenis dapat lebih terjelaskan dengan peran berbagai hormon diatas. Tampaknya cinta sudah dibentuk secara kodrati oleh pola yang sudah disiapkan sejak dalam kandungan dan aktif ketika mulai memasuki usia remaja.
Hal ini juga sesuai dengan teori kebutuhan dasar yang di sampaikan oleh Abraham Maslow. Dalam hirarki kebutuhan dasar, kebutuhan cinta dan kasih sayang menempati urutan ketiga setelah kebutuhan fisiologi dan rasa aman.
Oleh karena itu, tugas kita bukan untuk meniadakan cinta, tetapi seni mengendalikan agar cinta tidak membawa dampak buruk bagi kehidupan. Termasuk menjaga agar hubungan tetap sehat sesuai dengan tuntunan agama dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.